15 Mei 2013

Suara Hati

Arl Weisman mewawancarai 1.036 orang yang telah bercerai untuk meneliti penyebabnya. Ternyata 80% menyatakan bahwa sebelum menikah, sudah muncul keraguan dalam hati mereka untuk bisa bertahan hidup bersama pasangannya.

Ada yang terasa mengganjal di hati. Namun, perasaan itu ditutupi rasa optimistis bahwa sesudah menikah semuanya akan berubah. Atau, sudah telanjur memastikan tanggal pernikahan.

Weisman, dalam bukunya, Serious Doubts (Keraguan Serius) berkata: "Jika Anda sangat ragu menikahi seseorang, jangan nekat! Dengarkan suara hati agar jangan salah jalan."


Hati adalah pusat kehidupan batin. Tempat diolahnya perasaan dan pikiran terdalam. Dari hati muncul penilaian jujur pada diri sendiri. Suara hati membisikkannya kepada kita, terutama jika ada yang tak beres. Kita bisa saja mengabaikannya dan lebih menuruti apa kata orang. Namun, hati akan merana.

Orang bijak tak akan bertindak berdasarkan apa kata orang. Ia akan berhati-hati melangkah; peka mendengar suara hati. Ia tak akan ceroboh mengambil jalan yang disangka lurus. Ia tidak akan menjalaninya sebelum yakin bahwa jalan itu benar-benar lurus.

Salah jalan memang bukan akhir. Tuhan bisa membuat keputusan-keputusan keliru yang kita buat menjadi sesuatu yang berakhir baik. Anda, dengan pertolongan Tuhan, bisa kembali menempuh jalan yang benar. Namun, prosesnya menghabiskan waktu dan tenaga. Menguras pikiran dan perasaan. Anda akan mengalami kesusahan yang tak perlu terjadi.

Jadi, sebelum mengambil keputusan penting, datanglah kepada Tuhan. Mintalah kepekaan untuk mendengar pimpinan-Nya, bahkan lewat suara hati Anda.

Suara hati adalah sobat yang paling berani bicara. Ia berani berkata "tidak" saat semuanya berkata "ya".

* * *

Penulis: JTI | e-RH, 30/9/2011

(diedit seperlunya)

==========

14 Mei 2013

Menjelajahi Gua

Dalam sebuah perjalanan ke Vietnam, rombongan kami dibawa ke sebuah gua yang katanya adalah tempat persembunyian para pejuang Vietnam ketika berperang melawan Amerika Serikat.

Gua tersebut gelap, sangat panjang, dan berliku-liku. Mereka yang belum mengenal gua itu dengan baik, berisiko tersesat jika nekat menjelajahinya sendirian.

Belum lagi risiko terpeleset dan terluka karena salah memilih pijakan. Tapi, karena pemimpin perjalanan kami mengenal betul gua itu, kami aman selama berjalan bersamanya.


Perjalanan hidup kita mirip dengan perjalanan menjelajahi gua tersebut. Kita tidak tahu apa yang ada di depan kita, sehingga sangat besar risiko tersesat dan terluka jika kita menjalani kehidupan ini seorang diri.

Tetapi, kita memiliki Tuhan yang Mahatahu, bahkan yang mengatur sejarah kehidupan kita dan seluruh ciptaan. Tidak ada satu pun peristiwa yang terjadi tanpa seizin Dia dan keluar dari rencana-Nya.

Tidak hanya itu, segala peristiwa tersebut Dia pakai untuk kebaikan kita! Oleh sebab itu, selama kita berjalan bersama Dia, kita aman.

Di tengah situasi dunia yang serba tidak menentu, banyak tantangan yang menerpa kita. Mungkin ada di antara kita yang mengalami kesulitan ekonomi, masalah kesehatan yang kian memburuk, atau pemberontakan anak.

Biarlah di tengah segala situasi tersebut kita tidak meninggalkan Tuhan, namun memegang tangan-Nya semakin erat. Dialah yang akan menuntun dan menguatkan kita dalam menghadapi tantangan tersebut.

Ketika jalan hidup tampak semakin gelap, peganglah tangan Tuhan semakin erat.

* * *

Penulis: Alison Subiantoro | e-RH, 14/5/2013

(diedit seperlunya)

==========

05 Mei 2013

Tetap Berdiri

Setelah Israel Houghton menyanyikan refrein lagu Still Standing, ia menggunakan saat jeda untuk menjelaskan maknanya kepada penonton. Still Standing tidak mengacu pada seseorang yang tetap berdiri tegak karena tidak ada masalah yang melanda hidupnya.

Ia menggambarkan kondisi "tetap berdiri" itu seperti boneka balon yang diberi pemberat di bagian kakinya. Ketika dipukul dengan keras, boneka itu akan terpelanting, tetapi akan segera memantul bangkit lagi.

Israel Houghton

Kehidupan juga dapat memukul kita dengan keras, tetapi anugerah Tuhan —seperti pemberat pada boneka balon itu— akan menopang kita untuk tetap berdiri.

Tanpa anugerah-Nya dapatkah kita tetap berdiri tegak? Tanpa kaki yang berakar dan berdasar dengan kuat di dalam anugerah-Nya, tak ayal kita gampang jatuh tersungkur ketika sedikit saja masalah menimpa hidup kita.

Ibarat fondasi kokoh yang menopang rumah dari terpaan badai, anugerah Tuhan memungkinkan kita menjalani hidup di tengah segala situasi.

Di tengah berbagai kesukaran pun, kita dapat tetap kokoh karena kita bisa mengalami kemenangan atas kesengsaraan melalui penyertaan-Nya.

Lebih dari itu, melewati penderitaan dengan penyertaan anugerah-Nya akan membuat karakter kita semakin terasah. Karakter kita akan terbentuk. Kita bertumbuh menjadi pribadi yang penuh dengan ketekunan, ketahanan, dan pengharapan.

Dan melalui tempaan itu, kita akan semakin dimampukan untuk dapat menerima dan menghargai hal-hal yang bersifat kekal.

Kita tetap berdiri bukan karena kita kuat, melainkan karena Tuhan tetap menopang kita.

* * *

Penulis: Gigih Dwiananto | e-RH, 5/5/2013

(diedit seperlunya)

==========

03 Mei 2013

Fatamorgana

Melintasi gurun adalah perjalanan yang sukar. Apalagi jika dijalani selama berminggu-minggu. Panas yang membakar dan haus yang tak tertahankan kerap membuat banyak orang disesatkan oleh fatamorgana (bayangan semu, seperti melihat mata air).


Sebagai pengembara di dunia ini, setiap orang dihadapkan pada dua pilihan.

Pertama, mengikuti "fatamorgana" yang menyesatkan. Yakni, mengejar kenikmatan hidup dengan memuaskan nafsu: belanja, pesta, kemakmuran, harta benda, gengsi, dan sederet ambisi lain yang dipakai orang sebagai ukuran keberhasilan dan kebahagiaan.

Kedua, menjaga hidup tetap berpaut kepada Tuhan, serta memerhatikan dan berusaha menerapkan kebenaran firman-Nya.

Pilihan pertama memberi kenikmatan, tetapi hanya sementara dan menghancurkan. Pilihan kedua memang tak mudah, karena harus melewati lorong-lorong terjal.

Namun sejarah membuktikan bahwa bersama Tuhan, selalu ada hidup yang berkemenangan. —SST

Biarlah mata kita terus tertuju kepada Tuhan, sehingga tak ada fatamorgana dunia yang bisa mengalihkan tujuan.

* * *

Sumber: e-RH, 15/9/2011


(dipersingkat)

==========

30 April 2013

Tuhan yang Peka

Apakah Tuhan ada? Andaikata Dia ada, mengapa Dia diam saja tatkala banyak bencana terjadi? Mengapa hidup manusia harus penuh dengan berbagai kemalangan? Mengapa kesulitan tidak pernah hengkang dari hidup ini?

Demikianlah beberapa pertanyaan mendasar yang dapat muncul di hati orang yang hidupnya tengah dirundung berbagai kesusahan. Lalu, bagaimana menjelaskan hal ini kepadanya?

Dalam kitab Keluaran pasal 2, kita mendapati kisah tentang Tuhan yang ternyata mau berurusan dengan persoalan manusia. Di sini setidaknya ada empat kata kerja aktif yang ditujukan kepada Tuhan: mendengar, mengingat, melihat, memerhatikan (ayat 24, 25).

Tuhan rupanya adalah Allah yang personal, yang melibatkan diri secara pribadi. Dia empatik (turut merasakan) dan partisipatif (turut ambil bagian).


Kita patut menaikkan syukur karena boleh mengalami kehangatan pribadi Tuhan kita yang nyatanya begitu peka. Segala urusan manusia di bumi ini, ternyata juga menjadi minat dan perhatian Tuhan yang bersemayam di surga.

Apakah kita sedang tidak merasakan kehadiran Tuhan? Jangan-jangan itu terjadi karena kita kurang peka akan kehadiran-Nya yang nyata di depan mata.

Apabila demikian yang kita alami, cobalah lakukan hal berikut di tengah kepedihan: arahkan segala sedu sedan kita hanya kepada Dia; dengan memanjatkan doa yang mengantar kita ke pelukan-Nya; dengan membaca firman Tuhan hingga kita tahu apa yang Dia maksudkan dalam setiap peristiwa; dengan menyanyikan puji-pujian.

Semuanya akan menghangatkan hati kita sehingga dapat merasakan kehadiran-Nya. —DKL

Tuhan yang bertakhta di surga yang suci, sesungguhnya adalah Tuhan yang membumi.

* * *

Sumber: e-RH, 4/9/2011

(diedit seperlunya)

==========

28 April 2013

Tidak Pernah Terlelap

Kisahnya terjadi di Cirebon. Suatu malam, sekelompok orang mencuri alat berat jenis ekskavator hidrolik yang diparkir di lokasi galian tanah.

Alat itu beratnya belasan ton. Untuk memindahkannya, si pencuri harus memakai truk khusus pengangkut alat berat. Prosesnya pasti cukup lama dan menimbulkan suara bising.

Anehnya, tidak satu pun satpam yang berjaga di lokasi itu mengetahuinya. Mengapa? Karena mereka semua sedang terlelap!

ekskavator hidrolik

Seorang penjaga yang sering ketiduran tidak dapat memberi jaminan keamanan. Gangguan bisa datang kapan saja. Maka, penjaga yang baik harus terus siaga. Begitu ada gangguan, ia harus segera bertindak.

Pemazmur membutuhkan penjaga semacam itu. Saat berziarah ke Yerusalem, ia harus melewati jalan berbahaya yang dikelilingi gunung-gunung batu. Dari balik bebatuan, perampok atau binatang buas bisa muncul kapan saja.

Siapa penjaga yang paling mampu menjamin keamanannya? Tuhan! Dialah Penjaga yang tak pernah terlelap (Mazmur 121:3-4). Tuhan tidak hanya mampu menjaganya dari kecelakaan. Cuaca gurun yang ekstrem pun dapat diatur-Nya hingga bersahabat, sebab Dia adalah penguasa alam raya.

Mazmur 121 ini mengekspresikan iman dan rasa aman pemazmur atas penjagaan Tuhan. Karena keyakinan bahwa Tuhan menjaga, ia dapat melenggang riang di jalan yang penuh bahaya sekalipun.

Yakinkah Anda, bahwa Tuhan pun tengah menjaga keluar masuk Anda? Bahaya dan ancaman selalu ada. Akan tetapi, jika Anda memohon Tuhan menjadi Sang Penjaga, maka Anda aman.

Sebab, Tuhan pasti bersedia menjaga dan Dia tidak pernah "kecolongan". Dia tidak akan pernah terlelap! —JTI

Karena Tuhan adalah penjaga yang tak pernah terlelap, kita bisa tidur dengan lelap.

* * *

Sumber: e-RH, 1/9/2011

(diedit seperlunya)

==========

26 April 2013

Surat untuk Tuhan

Film Letters to God dibuat berdasarkan kisah nyata Tyler Doughtie (23 September 1995 – 7 Maret 2005), seorang bocah laki-laki dari Nashville, Tennessee. Sejak usia 8, Tyler mulai bergumul dengan kanker otak yang tumbuh agresif di kepalanya.

Yang terindah dari kisahnya adalah: semasa sakit, Tyler banyak menulis surat kepada Tuhan. Setiap surat ia masukkan ke dalam amplop, ia bubuhi prangko secukupnya, dan ia tulis di depan amplop itu, Untuk: Tuhan. Dari: Tyler.


Ketika menulis surat itu, Tyler seolah-olah sedang mencurahkan isi hati kepada sahabat dekatnya, yang ia tahu pasti mau membaca dan membalasnya. Maka, Tyler tak pernah ragu untuk menceritakan apa saja. Ia menuliskan perasaan, pikiran, kekhawatiran, dan harapannya. Pula ia tak pernah jemu menuliskannya setiap hari.

Semakin banyak Tyler menulis surat, ia pun semakin mengenal dan akrab dengan Tuhan. Ketika banyak orang mendapati bahwa surat-surat Tyler kepada Tuhan adalah doa-doanya, banyak pribadi kemudian meniru langkahnya, dan menjadikan Tuhan sebagai sahabat yang selalu mendengar doa.

Doa bukanlah rangkaian kalimat indah. Bukan juga permohonan resmi yang formal dan kaku. Doa sesungguhnya tak sulit dilakukan. Sebab, doa adalah hubungan, komunikasi yang dekat dengan Tuhan. Doa adalah curahan hati yang jujur.

Maka, doa itu tak perlu mengesankan orang lain, dan tak perlu bertele-tele. Tuhan yang Mahatahu sangat mengerti segala kebutuhan kita. Yang terpenting, kita harus selalu menyadari bahwa doa adalah kebutuhan kita, agar kita semakin mengenal dan dekat dengan Tuhan. —AW

Jadikanlah doa sebagai perbincangan dengan Tuhan, maka Dia yang Maha Mendengar akan semakin kita kenal.

* * *

Sumber: e-RH, 30/8/2011

(diedit seperlunya)

==========

25 April 2013

Bersukacita Sesudah Kecelakaan Maut

Ashoke Ganguli, dalam film The Namesake (dari novel berjudul sama karya Jhumpa Lahiri), memberi nama anaknya Gogol. Ketika Gogol kuliah, namanya yang diambil dari pengarang Rusia yang depresi itu, membuatnya diolok-olok kawan sekelasnya.

Gogol kecewa pada ayahnya, sampai suatu saat Ashoke menjelaskan asal usul nama itu. Ketika mengalami kecelakaan kereta api yang nyaris merenggut nyawanya, ia sedang membaca buku karya Nikolai Gogol.

"Baba, itukah yang kaupikirkan ketika memikirkan aku? Apakah aku mengingatkanmu pada malam mengerikan itu?" Ashoke menjawab, "Sama sekali tidak. Engkau mengingatkanku akan segala sesuatu sesudahnya. Setiap hari sesudah peristiwa itu adalah karunia, Gogol."


Tepat sekali, setiap hari adalah karunia. Bukan hanya bagi orang yang pernah mengalami kecelakaan maut seperti Ashoke, tetapi bagi kita semua.

Pemazmur mengajak kita untuk merayakannya. Kapan? Hari ini! Ia tidak berkata, "Kemarin hari yang dijadikan Tuhan, hari yang indah, bukan?" Ia juga tidak berkata, "Besok hari yang dijadikan Tuhan, mari kita bersukacita ketika hari itu datang!" Ya, karena hanya hari inilah hari yang sungguh-sungguh kita miliki, yang dapat kita nikmati.

Bagaimana kita bersukacita merayakan hari ini? Salah satu cara ialah menyadari kasih Tuhan, ketika merenungkan ayat Kitab Suci tentang kasih Tuhan.

Berdiam dirilah, biarkan ayat itu "berbicara" kepada Anda secara pribadi, sampai hati Anda dipenuhi oleh kasih-Nya. Kalau sudah begitu, masakan Anda tidak bersukacita? —ARS

Temukan humor di tengah segala sesuatu, bahkan dalam kemiskinan, maka anda akan dapat menanggung keadaan itu. ~Bill Cosby

* * *

Sumber: e-RH, 26/8/2011

(diedit seperlunya)

==========

22 April 2013

Pelatih Iman

Apakah kegiatan sehari-hari seorang atlet maraton? Ia akan menghabiskan sebagian besar waktunya hanya untuk berlatih; berlari menempuh jarak yang jauh.

Esoknya, rutinitas yang sama terulang kembali. Maka, sangat wajar jika para atlet merasa jenuh. Mereka kadang jadi malas berlatih, bahkan bisa merasa tidak ingin berlari. Namun apa yang dilakukan sang pelatih ketika melihat pelarinya merasa demikian?

Sang pelatih akan mendorong para atletnya untuk tetap mendisiplin diri dan terus berlatih. Itu sebabnya terkadang seorang pelatih bisa tampak begitu kejam; seakan-akan ia tak mau tahu keletihan pelarinya. Sampai-sampai si pelari mungkin bisa membenci pelatihnya.

Namun, ketika kemenangan berhasil dicapai, maka pelari itu akan sangat berterima kasih kepada sang pelatih yang telah bersikap begitu tegas mendisiplin dirinya.

maraton

Hal yang sama juga Tuhan kerjakan dalam hidup kita. Kita adalah para pelari yang harus menyelesaikan pertandingan sampai garis akhir.

Untuk mencapai kemenangan itu, Tuhan menjadi Pelatih kita dan mempersiapkan kita begitu rupa agar kita sampai ke garis akhir.

Namun, saat kita menerima didikan dan disiplin dari Tuhan – Pelatih iman kita, sangat mungkin kita merasa tidak nyaman secara jasmani. Bahkan terkadang kita juga letih dan jenuh secara rohani.

Namun, Tuhan tidak mau membiarkan itu. Dia rindu melihat kita menyelesaikan pertandingan dengan baik.

Jadi, latihan dan pendisiplinan Tuhan yang berat itu sebenarnya untuk kebaikan kita sendiri; agar kita dipersiapkan menjadi orang-orang yang berkemenangan. —PK

Teruslah bertekun dalam latihan iman, sebab kita sedang dipersiapkan menjadi pemenang.

* * *

Sumber: e-RH, 19/8/2011

(diedit seperlunya)

==========

14 April 2013

Susahnya Langkah Awal

Sari bingung apakah Anton benar-benar jodoh yang tepat buat dirinya. Padahal waktu pernikahan tinggal dua bulan lagi. Ia tahu bahwa ia mencintai Anton; demikian juga sebaliknya. Namun, ada pertanyaan yang selalu berkecamuk dalam dirinya: "Apakah Anton orang yang tepat?"

Ada ketakutan untuk melangkah lebih jauh. Itulah susahnya mengambil langkah awal. Banyak orang yang takut dan ragu-ragu justru pada saat mengambil langkah pertama.


Di sepanjang hidup, kita memang selalu diperhadapkan pada keputusan-keputusan yang harus diambil. Biasanya, sebelum mengambil keputusan kita diperhadapkan pada keraguan, ketakutan, atau kekhawatiran; apakah keputusan yang kita ambil itu tepat.

Janji Tuhan berikut ini sungguh luar biasa: "TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya." (Mazmur 37:23)

Itu berarti bahwa di dalam Tuhan sesungguhnya kita akan mendapatkan langkah-langkah yang pasti, walau terkadang kita tidak tahu apa yang akan kita alami esok hari.

"IMAN adalah mengambil langkah pertama, sekalipun Anda tidak melihat seluruh anak tangga." ~Dr. Martin Luther King, Jr.

Namun, harus dicermati juga bahwa janji ini mengandung syarat, yaitu "bagi orang yang berkenan kepada-Nya". Artinya, apabila kita memang ingin mendapat bimbingan Tuhan dalam mengambil keputusan maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah hidup berkenan di hadapan-Nya.

Tuhan telah menyatakan setiap kehendak-Nya melalui firman-Nya. Dengan kita mendengar serta menaati firman-Nya, kita tengah dipimpin untuk menjalani hidup yang berkenan. Di dalam Dia, kita mendapat tuntunan yang terbaik, yang memuliakan nama-Nya. —RY

Milikilah hidup yang diperkenan Tuhan, maka Dia akan menetapkan langkah-langkah Anda.

* * *

Sumber: e-RH, 24/7/2011

(diedit seperlunya)

==========

09 April 2013

Memurnikan Keinginan

Seorang teman berkata kepada saya, "Aku ingin mencari pekerjaan sambilan." Selama ini gajinya rendah sehingga ia hanya bisa menyewa sebuah kamar kos yang kecil. Ia ingin tinggal di kontrakan yang lebih besar atau syukur-syukur punya rumah sendiri.

Jika keinginan itu terpenuhi, menurutnya, ia akan lebih bahagia. Wajar orang memiliki keinginan semacam itu. Dan, ada banyak alasan di balik keinginan-keinginan itu. Bisa berupa kepuasan pribadi, bisa juga agar orang lain merasa senang.

kontrakan

Seorang perempuan bernama Hana, istri Elkana, ingin mempunyai anak. Sebuah keinginan yang wajar bagi seorang perempuan bersuami. Keinginan itu diperkuat oleh perlakuan buruk dari madunya, Penina.

Karena itu, ia berdoa kepada Tuhan agar diberi anak laki-laki. Salah satu sisi penting dari doa Hana adalah janjinya untuk mengembalikan anak yang akan dikandungnya kelak kepada Tuhan. Dengan kata lain, keinginannya itu ia kembalikan lagi semata-mata untuk menyenangkan Tuhan.

Doa Hana dikabulkan, dan lahirlah Samuel yang kelak menjadi nabi. Nabi Samuel adalah tokoh penting dalam perkembangan bangsa Israel. Ia menjadi perantara Allah untuk menyampaikan sabda kepada umat-Nya.

Samuel kecil diserahkan kepada Tuhan, melalui Imam Eli.

Kita dapat meneladani Hana dalam hal memurnikan keinginan. Kita boleh saja memiliki keinginan ini dan itu. Namun, alangkah baiknya jika Tuhan menjadi poros keinginan kita – bukan melulu untuk kesenangan pribadi atau kelompok.

Dengan demikian, jika keinginan itu dikabulkan, hal yang kita peroleh akan sejalan dengan kehendak Tuhan dan dapat memberkati orang-orang di sekitar kita.

Tuhan bukan hanya menjadi tempat kita meminta, tetapi kiranya kehendak-Nya juga menjadi pusat keinginan kita.

* * *

Penulis: C. Krismariana Widyaningsih | e-RH, 9/4/2013

(diedit seperlunya)

==========

07 April 2013

Yang Mahamulia

Jika kita mencoba membayangkan atau berimajinasi mengenai kemuliaan Tuhan, kita akan menemui kesulitan karena keterbatasan kita.

Pengarang atau penyair terbaik sekalipun tak akan dapat mengungkapkannya dengan kata-kata. Pelukis sekaliber Picasso juga tak akan mampu menuangkannya di atas kanvas.

Pencipta lagu dan penyanyi tak akan bisa melantunkannya. Pematung kelas dunia pun tak akan sanggup memahat sosok mulia Tuhan.


Begitu juga yang dialami oleh Nabi Yehezkiel. Betapa ia terbata-bata ketika melihat kemuliaan Tuhan.

Kemuliaan Tuhan terlalu dahsyat untuk dapat diuraikan. Tak heran, ketika kita membaca upaya Yehezkiel menggambarkannya (dalam Yehezkiel 1:15-28), semakin banyak kata digunakan justru semakin bingung kita membayangkannya.

Karena itu, hanya satu hal yang Yehezkiel lakukan tatkala diperhadapkan pada kemuliaan Tuhan yang begitu dahsyat: sujud menyembah dalam kerendahan hati.

Allah yang Mahamulia, yang jauh melampaui pikiran manusia, tidak bisa digambarkan oleh apa pun di muka bumi ini. Manusialah satu-satunya ciptaan Allah yang disebut gambar Allah.

Adam dan Hawa

"Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka." (Kejadian 1:27)

Manusia diciptakan Allah dengan menyandang citra Allah (imago Dei), untuk menyatakan kemuliaan Allah.

Nah, apakah hidup kita —perkataan, pikiran, dan perbuatan kita— sudah memuliakan Tuhan?

Muliakanlah Allah dengan seluruh aspek kehidupan kita, karena hanya Dia yang patut disembah.

* * *

Penulis: Eddy Nugroho | e-RH, 7/4/2013

(diedit seperlunya)

==========

06 April 2013

Diktator yang Kejam?

Hitler ingin membuktikan loyalitas rakyat Jerman kepadanya. Suatu malam ia menyamar sebagai orang biasa dan masuk ke sebuah gedung bioskop.

Sebelum film diputar, terdengar sebuah pengumuman, "Para penonton yang terhormat, film ini melukiskan kegiatan terakhir pemimpin besar kita, Adolf Hitler!"

Penonton pun serentak berdiri dan menghormat ke arah layar. Hitler begitu terharu sampai ia lupa berdiri.

Tiba-tiba penonton di sampingnya berkata, "Hai, Bung, cepat berdiri! Saya tahu bagaimana perasaan Anda terhadap haram jadah itu. Tapi, kita sedang diawasi polisi rahasia!"

Adolf Hitler

Anekdot itu menggambarkan penghormatan yang tidak tulus. Penghormatan yang terpaksa, dilakukan karena takut akan hukuman. Seperti itu jugakah "takut akan Tuhan" yang dimaksudkan dalam Kitab Suci?

Ada orang yang taat bukan karena mengasihi Tuhan, melainkan karena takut mendapat hukuman jika ia tidak taat. Orang itu membayangkan Tuhan sebagai sosok diktator kejam yang siap menghukum setiap ketidaktaatan.

Tuhan bukan diktator yang kejam. Sebaliknya, Dia sangat baik dan bijaksana terhadap umat-Nya.

Memang, Dia mendisiplin kita ketika kita melakukan kesalahan. Namun, Dia melakukannya bukan dengan mengancam dan menakut-nakuti.

Dia mendidik kita agar semakin bertumbuh dalam iman dan pengenalan akan Dia, sehingga kita semakin terlatih untuk hidup dalam kebenaran.

Dengan pengertian yang benar ini, kita pun akan memiliki sikap "takut akan Tuhan" yang benar pula.

Konsep kita akan Tuhan menentukan motivasi kita dalam menaati Dia.

* * *

Penulis: Petrus Kwik | e-RH, 6/4/2013

(diedit seperlunya)

==========

05 April 2013

Lukisan Hidup

Dalam sebuah lukisan, biasanya seorang pelukis menggunakan kombinasi warna-warna terang dan gelap. Warna gelap terang memberi bentuk dan dimensi pada lukisan tersebut. Juga menunjukkan emosi di dalamnya.

Jika warna lukisan seluruhnya terang, maka lukisan itu akan tampak datar dan tidak enak dilihat. Jika semua warna yang digunakan adalah warna gelap, kita tidak akan melihat apa-apa selain kesuraman. Maka, setiap lukisan adalah gabungan warna-warna gelap dan terang.


Itulah hidup. Hidup dirancang Tuhan seperti lukisan. Ada warna gelap untuk mewakili masa-masa suram dan sulit. Ada juga warna terang untuk mewakili masa-masa gemilang dan kemenangan kita.

"Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11)

Berita tentang 'rancangan damai sejahtera' dari Tuhan itu tidak diberikan ketika bangsa Israel menang dalam peperangan, tetapi saat mereka berada dalam pembuangan dan jauh dari tanah air.

Maka, firman Tuhan mengenai damai sejahtera itu ibarat sebuah goresan warna terang di tengah warna-warna gelap. Memang awalnya tidak terlihat, tetapi pada akhirnya kita dapat melihat betapa indahnya lukisan Tuhan tersebut.


Kita adalah lukisan Tuhan. Kita harus menyadari bahwa Tuhan tidak akan membuat kita menjadi lukisan yang pucat, kusam, atau gelap.

Kalaupun dalam hidup ini kita mengalami masa gelap dan terang silih berganti, mari kita memandang hal itu sebagai cara Tuhan membentuk kita. Agar kita makin memuliakan Dia melalui berbagai peristiwa dan pengalaman hidup sehari-hari.

Oleh sebab itu, syukurilah setiap momen dalam hidup ini sebagai cara Tuhan "melukis" kita. (RY)

Segala peristiwa —baik dan buruk— dapat dipakai Tuhan untuk membentuk karakter dan mendewasakan kita.

* * *

Sumber: e-RH, 12/7/2011 (diedit seperlunya)

==========

01 April 2013

London Eye vs. Mata Tuhan

London Eye adalah salah satu ikon kota London yang sangat terkenal. Dengan menggunakan model kincir raksasa yang berputar, kita bisa menyaksikan sebagian besar kota London dari dalam sebuah tabung besar yang dirancang untuk memuat para wisatawan.


Dari dalam tabung itu, sesuai posisi putarannya, kita bisa menikmati dan menjelajahi kawasan di sekitar Sungai Thames dengan jelas. Pemandangannya begitu sempurna dan indah.



Akan tetapi, pemandangan yang bisa disaksikan dari London Eye sesungguhnya begitu terbatas. Hanya kawasan di sekitar kota. Oleh sebab itu, London Eye tidak cukup memadai sebagai referensi untuk menikmati panorama London.


Sangat berbeda dari itu, penglihatan Tuhan kita begitu sempurna. Bahkan, Tuhan bisa melihat isi hati.

Mata Tuhan (God's Eye) terus-menerus memerhatikan setiap umat-Nya, bahkan dengan perhatian yang sangat detail. Mata Tuhan bukan hanya melihat dari ketinggian, tetapi Dia mampu melihat sampai ke dalam pergumulan umat-Nya satu demi satu.

Tak heran, pemazmur berkata bahwa Tuhan sangat mengerti kita; baik pikiran kita, maupun segala aspek kehidupan kita. Bahkan sejak kita masih berada di dalam kandungan dan pada masa kanak-kanak, Dia ada di sana.

Apabila Tuhan begitu mengerti, mengapa kita tidak membiasakan diri untuk terus berada di dekat-Nya? Dia adalah Tuhan yang tidak pernah jauh dari hidup kita.

Dia melihat semuanya. Dia mengerti apa pun tentang kita. Mata Tuhan adalah jaminan bahwa hidup kita selalu berada dalam perlindungan tangan yang kuat dan dapat diandalkan. —FZ

Di mana dan kapan pun, Tuhan selalu menjaga kita.

* * *

Sumber: e-RH, 7/7/2011 (diedit seperlunya)

Judul asli: Mata Tuhan

==========

31 Maret 2013

Kesempatan Kedua adalah Anugerah

Ted Williams adalah seorang gelandangan yang tinggal di kemah pinggir jalan Columbus, Ohio.

Pada tahun 80-an, ia adalah seorang penyiar radio, sebelum hidupnya dihancurkan oleh narkoba dan minuman keras sehingga ia kehilangan kariernya di radio.

Kemudian ia hidup sebagai perampok, penipu, pemalsu, dan pengemis yang keluar masuk penjara.

Ted Williams di depan kemahnya

Suatu hari, sebuah studio rekaman menayangkan suara emasnya melalui YouTube. Dan, itu mengubah hidupnya menjadi sangat terkenal. Dalam siaran televisi NBC, Williams menyatakan "siap menjalani kesempatan kedua yang diberikan kepadanya".

Tuhan selalu menawarkan kesempatan baru kepada setiap orang berdosa yang mau bertobat serta dengan sungguh-sungguh datang kepada-Nya dan mengakui segala dosanya.

"Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9)

Struktur bahasa ayat ini mengungkap kebenaran bahwa setiap kali, kapan pun kita berdosa, lalu dengan sungguh mau bertobat, Dia pasti mengampuni dan menyucikan.

Lho, kok enak? Kalau begitu berbuat dosa saja terus, toh selalu tersedia pengampunan?

Siapa bilang dosa itu enak dan nikmat? Awalnya iya. Namun, selanjutnya dosa membawa penderitaan, sengsara, dan ketidaktenangan hidup.

Tidak percaya? Ted Williams telah membuktikan pahitnya hidup dalam dosa. Itu sebabnya kini ia sangat menghargai anugerah kesempatan kedua yang ia terima.

Mari memakai kesempatan hidup yang Tuhan anugerahkan. Yakni dengan tidak bermain-main dalam dosa, tetapi dengan menuruti perintah-perintah-Nya. —SST

Hidup ini kesempatan dan anugerah, hidupilah dengan bermakna.

* * *

Sumber: e-RH, 2/7/2011 (diedit seperlunya)

Judul asli: Kesempatan Itu Anugerah

==========

30 Maret 2013

Kasih dan Hormat

Tidak menguburkan orang meninggal merupakan peristiwa tragis bagi orang Yahudi, sekalipun orang yang meninggal itu adalah penjahat.

Dalam tradisi mereka, proses penguburan juga merupakan ungkapan kasih dari mereka yang mengasihi orang mati tersebut.

Sayangnya, pada zaman Yesus, biasanya penjahat yang disalib tidak layak dikuburkan. Orang pun tak akan berkabung bagi mereka.

Ketika Yesus disalibkan seperti penjahat, Yusuf dari Arimatea tahu bahwa Yesus disalibkan bukan karena kesalahan-Nya. Ia lalu meminta izin kepada Pilatus untuk menguburkan Yesus.

Yusuf dari Arimatea adalah anggota Majelis Besar yang tak setuju dengan tindakan Majelis, dan secara diam-diam telah menjadi murid Yesus.

Bersama Nikodemus (seorang Farisi, yang pernah menemui Yesus pada malam hari), ia menurunkan mayat Yesus dan menguburkan-Nya di tanah miliknya, karena ia termasuk orang kaya.

Yesus dikuburkan

Maka, genaplah nubuat Nabi Yesaya: "Kematian-Nya seperti seorang penjahat, namun Ia dikubur di dalam pekuburan orang kaya" (Yesaya 53:9, FAYH).

Begitulah. Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus mengungkapkan kasih dan penghormatan mereka kepada Yesus.

Yusuf mengurbankan tanah kuburan baru miliknya. Sedangkan Nikodemus membawa sekitar 37 kilogram rempah untuk mengafani Yesus. Konon, hanya mayat seorang raja yang dirempahi sebanyak itu.

Dari sini kita dapat menduga seberapa berartinya Yesus bagi Yusuf dan Nikodemus.

Bila kita mengakui Yesus sebagai Pribadi paling berarti bagi kita, bagaimana kita hendak mengungkapkan kasih dan penghormatan kepada-Nya?

Kiranya aku dapat mengasihi dan menghormati Tuhanku dengan persembahan diri dan ketaatanku.

* * *

Penulis: Agustina Wijayani | e-RH, 30/3/2013

(diedit seperlunya)

==========

29 Maret 2013

Ragam Ekspresi Iman

Berkunjung ke toko aksesori dan pernik-pernik perhiasan ternyata mengasyikkan juga. Amati saja keanekaragamannya. Dari satu bentuk dasar, misalnya lingkaran, tersedia begitu banyak varian.

Menurut warna: polos satu warna, paduan dua tiga warna, beraneka warna. Menurut bahan: kain, plastik, kaca, logam, kayu. Menurut fungsi: anting-anting, bandul kalung, bros, gantungan kunci.

Di satu toko saja tak ayal ada ribuan ragam. Betapa kreatif!


Ibrani pasal 11 (dalam Perjanjian Baru) kerap disebut sebagai "Aula Para Tokoh Iman". Namun, tak salah juga kita menyebutnya sebagai "Aula Keanekaragaman Iman".

Tokoh-tokoh yang tercantum di dalamnya memang memiliki satu kesamaan: mereka sama-sama orang yang "percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia" (ayat 6).

Namun, lihat saja keanekaragaman bentuk iman mereka. Ekspresi iman Habel berbeda dari ekspresi iman Henokh; lain dari ekspresi iman Nuh; berlainan pula dengan ekspresi iman Yakub.

Abraham mengorbankan anaknya; Musa menolak harta dan kesenangan Mesir; Rahab melindungi mata-mata Israel.

Setiap orang mengungkapkan kesaksian imannya secara unik dan khas menurut panggilan hidup masing-masing. Tidak ada yang persis sama; namun masing-masing menyenangkan hati Allah.

Kita perlu memiliki iman yang serupa dengan iman orang-orang kudus di dalam Kitab Suci. Namun, kita tidak perlu meniru bulat-bulat ekspresi iman mereka.

Keberadaan kita justru dimaksudkan untuk memperkaya ragam ungkapan iman kepada Allah.

Kita dapat berdoa, "Tuhan, beri saya ide dan kreativitas untuk mengungkapkan iman saya kepada-Mu melalui cara yang unik pada hari ini." —ARS

Hanya satu iman, namun tiada terkira ragam ekspresinya.

* * *

Sumber: e-RH, 1/7/2011 (diedit seperlunya)

==========

26 Maret 2013

Doa Buntu

Tahukah Anda dead letter office (kantor surat buntu)? Sejak 1825 Kantor Pos Amerika Serikat menyediakan kantor surat buntu untuk menampung surat-surat yang tidak dapat dikirimkan.

Surat buntu biasanya terjadi karena alamat tujuan dan alamat pengirim tidak jelas, misalnya surat kepada Sinterklas. Pada 2006 saja jumlah surat buntu mencapai 90 juta.

Untuk melindungi privasi pelanggan, surat tanpa identitas jelas itu dihancurkan, kecuali lampiran berharganya yang diambil untuk dilelang.

Kalau ada surat buntu, apakah ada doa buntu? Apabila yang dimaksudkan adalah doa-doa yang tidak terjawab, firman Tuhan mengatakan secara tegas: ada. Berikut ini adalah beberapa penyebabnya.

Bisa jadi kita sudah berdoa dengan tekun dan bersungguh-sungguh, namun kita salah arah. Mungkin salah permintaan, mungkin juga salah motivasi. Doa kita egois, hanya berfokus pada kepentingan diri. Kita meminta sesuatu untuk memuaskan kesenangan pribadi.

Atau, tanpa meminta petunjuk Tuhan, kita sudah menyusun rencana tertentu, dan dengan berdoa kita berharap Tuhan akan membubuhkan cap persetujuan-Nya tanpa campur tangan lebih jauh.

Seperti surat buntu yang dihancurkan, doa buntu berujung pada kesia-siaan.


Doa bukanlah sarana untuk "memelintir" tangan Tuhan agar mengikuti apa saja keinginan kita. Sebaliknya, doa adalah kesempatan untuk menyelaraskan langkah kita agar seiring dengan langkah Tuhan.

Kita berdoa dengan kerelaan untuk merendahkan diri dan berserah. Kita berkata, "Bukan kehendakku, tetapi kehendak-Mulah yang terjadi." Bagaimana Tuhan dapat menolak doa yang seperti itu? —ARS

Doa bukan untuk mengendalikan kehendak Tuhan, melainkan untuk mengendalikan kehendak kita.

* * *

Sumber: e-RH, 29/6/2011 (diedit seperlunya)

==========

22 Maret 2013

Latihan Ganda

Untuk menurunkan berat badan dan menjaga kebugaran, orang biasanya memadukan dua latihan. Latihan pasif: menahan diri dengan mengikuti pola makan tertentu. Latihan aktif: berolahraga untuk membakar kalori dan lemak yang berlebihan.


Begitu juga dengan ibadah atau disiplin rohani. Ada yang AKTIF, yaitu 'disiplin keterlibatan', sesuatu yang kita lakukan; dan ada yang PASIF, yaitu 'disiplin berpantang', sesuatu yang kita hindari.

Ini berkaitan dengan jenis dosa yang kita hadapi. Ada 'dosa pelanggaran', yaitu secara AKTIF melanggar perintah Tuhan. Ada 'dosa pengabaian', yaitu secara PASIF melalaikan perbuatan baik yang semestinya kita lakukan.

Bagaimana disiplin rohani itu dapat bermanfaat bagi kita? Secara umum, menurut John Ortberg, ketika kita bergumul dengan suatu dosa pengabaian, kita akan tertolong melalui disiplin keterlibatan.

Sebaliknya, ketika kita bergumul dengan suatu dosa pelanggaran, kita akan tertolong melalui disiplin berpantang.

Sebagai contoh, jika kita cenderung murung, kita akan tertolong dengan berlatih merayakan kehidupan ini. Apabila kita bergumul melawan keserakahan, kita akan tertolong dengan berlatih memberi.

Sebaliknya, jika kita rentan bergosip, kita akan tertolong dengan berlatih menutup mulut. Apabila kita suka melebih-lebihkan sesuatu, kita akan tertolong dengan berlatih berbicara secara jujur.

Disiplin rohani tidak lain ialah sarana untuk mencapai tujuan. Tujuannya: kehidupan rohani yang sehat sehingga kita menjadi bugar; baik dalam hidup yang sekarang maupun dalam hidup yang akan datang. —ARS

Jangan mencoba melawan kegelapan tanpa menyalakan terang.

* * *

Sumber: e-RH, 16/6/2011 (diedit seperlunya)

==========

16 Maret 2013

Harta Tak Ternilai

Kenalan dekat saya, seorang pengusaha sukses, merintis usaha baru, yakni persewaan alat berat pertambangan. Ia begitu menggebu dengan usaha baru ini sebab di situ ia bagai mendulang emas. Akibatnya, yang lama jadi tak terurus.

Sayang, beberapa waktu kemudian banyak tagihan tak dibayar, bahkan seluruh alat beratnya 'ditelan' mitra bisnis. Meski menang perkara, tetapi surat keputusan hakim tak punya kekuatan menghadapi preman. Ia pun frustrasi, menyesal, marah.

alat berat pertambangan

Saya mengingatkannya akan masa kecilnya yang miskin dan tak punya apa-apa. Bagaimana ia merintis bisnis dari nol. Saya juga mengingatkan janji Tuhan yang terdapat di dalam Kitab Suci.

"Ia akan memunculkan kebenaranmu seperti terang, dan hakmu seperti siang." (Mazmur 37:6)

Baru kemudian ia menyadari, ada harta lebih besar yang ia sia-siakan selama ini, yakni kekuatan dan penyertaan Tuhan.

Ia sadar bahwa menangisi apa yang sudah dirampok orang hanya akan menghabiskan seluruh energinya. Maka, ia bangkit merintis pekerjaan lamanya, mengangsur utang kepada bank, dan melupakan kepahitan hatinya.

Kini ia kembali berjaya, walau dengan perjuangan. Bertahun-tahun kemudian terungkap bahwa orang yang menipunya dulu, kini dipenjarakan sebagai koruptor besar uang negara.

Harta dunia adalah titipan Tuhan. Ketika berkat datang, kita bersukacita. Akan tetapi, ketika rugi, tertipu, bangkrut, bagaimanakah sikap kita?

Kiranya kita dapat meneladani Ayub saat menghadapi kemalangan. Ia berkata, "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!" (Ayub 1:21)

Janganlah hati kita melekat pada harta. Mari berpaut pada Sang Sumber Berkat, maka kita takkan berkekurangan. —SST

Apabila berkat datang, biarlah kita menjadi penyalur berkat. Apabila kemalangan datang, percayalah Tuhan selalu dekat.

* * *

Sumber: e-RH, 9/6/2011 (diedit seperlunya)

==========

14 Maret 2013

Rajawali dan Matahari

Kini memang eranya alat elektronik canggih. Kita dibuat kagum dengan banyaknya macam dan kehebatan alat elektronik.

Namun, betapapun hebatnya alat-alat itu, tak ada satu pun yang berguna jika tidak memiliki daya listrik. Jika baterainya melemah, maka saatnya alat itu harus dihubungkan kembali dengan sumber listrik. Sampai ia siap dipakai lagi.

Kondisi rohani kita digambarkan seperti burung rajawali. Rajawali bukannya tak bisa menjadi lelah. Bisa. Apalagi ia suka terbang tinggi. Namun, ia punya cara mengatasinya, yakni mendekatkan diri ke arah matahari.

Bahkan di wilayah empat musim, ia punya kebiasaan unik pada musim semi, yakni hinggap di ketinggian terbuka untuk berjemur di bawah cahaya sang surya.


Sementara ia menyerap energi matahari, lapis luar bulu-bulu badannya rontok; hingga terjadilah "peremajaan" pada dirinya. Setelah itu, ia kembali terbang dengan kekuatan dan penampilan baru.

Begitulah keintiman kita dengan Tuhan. Tuhan menyediakan limpahan kasih setia dan rahmat. Seperti rajawali yang dikuatkan dan disegarkan setelah diterpa cahaya matahari, kita pun dapat "diremajakan" dengan semangat dan kekuatan baru oleh Tuhan.

Apakah Anda letih secara rohani? Anda tidak sendiri. Setiap orang mengalaminya. Kita bisa lesu rohani akibat kesibukan, hantaman kesusahan hidup, dan deraan rasa bersalah.

Jangan biarkan berlarut-larut. Apa pun yang terjadi, jangan menjauh dari Tuhan! Hanya pada-Nya kita menemukan rahmat dan pengampunan. Hanya Dia sumber kekuatan kita.

Carilah Tuhan. Temui hadirat-Nya. Akrabi firman-Nya. Hadirilah persekutuan umat Tuhan. Tuhan pasti menyegarkan jiwa dan memperbarui kekuatan Anda. —PAD

Jika kita kehilangan atau kekurangan kekuatan, mendekatlah pada sumber kekuatan, yaitu Tuhan.

* * *

Sumber: e-RH, 5/6/2011 (diedit seperlunya)

==========

12 Maret 2013

Berhenti Mendikte Tuhan

Seorang pembuat boneka kayu yang terkenal membuatkan boneka kayu yang sangat bagus untuk anak perempuannya. Suatu saat, boneka itu terjatuh hingga beberapa bagiannya terlepas. Sambil menangis, si anak membawa boneka itu kepada ayahnya.

"Tinggalkan saja bonekamu. Ayah akan memperbaiki setiap bagian satu per satu."


Namun, anaknya tidak sabar. "Tidak, Ayah. Itu terlalu lama. Ayah hanya perlu menaruh lem di sini, memaku bagian ini, dan menyambung yang ini."

Si pembuat boneka meminta anaknya bersabar dan memercayakan boneka rusak itu kepadanya. Sayang, si anak keras kepala dan pergi membawa boneka rusaknya.

Terhadap Tuhan mungkin kita kerap berlaku seperti anak perempuan si pembuat boneka. Kita mendikte Tuhan, apa yang harus Tuhan lakukan untuk mengatasi masalah kita.

Kita tidak mau memercayakan masalah kita pada cara-Nya. Padahal, sebagaimana pembuat boneka lebih tahu bagaimana memperbaiki boneka buatannya, Tuhan pasti lebih tahu apa yang kita butuhkan untuk keluar dari masalah. —SL

Berhentilah mendikte Tuhan. Tuhan paling tahu apa yang kita perlukan.

* * *

Sumber: e-RH, 30/5/2011 (dipersingkat)

Judul asli: Tuhan Sudah Tahu

==========

24 Februari 2013

99 Balon

Dua bulan sebelum lahir, Eliot Mooney divonis menderita Edwards Syndrome, penyakit yang tak memungkinkannya untuk lahir selamat. Orangtuanya berdoa memohon mukjizat, dan Eliot pun lahir.

Namun, kondisinya memprihatinkan: paru-parunya tak berkembang sempurna, jantungnya berlubang, dan DNAnya memberi informasi keliru pada setiap sel tubuhnya.

Setelah dua minggu, Eliot diizinkan pulang dengan tiga peralatan medis menempel di tubuhnya, termasuk tabung oksigen dan selang untuk memasukkan susu.

Eliot Mooney

Eliot kecil bertahan dan bertumbuh walaupun tak secepat anak seusianya. Sebulan, dua bulan, tiga bulan. Uniknya, orangtua Eliot merayakan "ulang tahun"-nya setiap hari. Sebab, satu hari saja merupakan perjuangan berat baginya untuk hidup.

Maka, setiap hari mereka merayakan kemenangannya. Hingga akhirnya, pada hari ke-99, Eliot meninggal dunia. Pada hari pemakamannya, 99 balon dilepaskan – masing-masing mewakili ucapan syukur atas setiap hari yang berhasil dilalui Eliot di bumi.

99 balon dilepaskan pada hari pemakaman Eliot Mooney.

Ketika (Nabi) Ayub mengalami penderitaan yang sangat berat, kematian membayanginya. Ia disadarkan betapa fana hidup manusia. Namun, Ayub berkata bahwa selama Tuhan masih memberinya hidup, ia akan terus berharap. Dan, bila kelak waktunya tiba, ia akan bahagia karena itu berarti Tuhan merindukannya untuk pulang!

Sudahkah kita mensyukuri setiap hari yang Tuhan beri? Mensyukuri hidup kita dan orang-orang di sekitar kita? Jangan membuang satu hari pun untuk hal yang sia-sia. Selama kesempatan ada, hiduplah maksimal bagi Dia. —Agustina Wijayani

Bila Engkau menambah hari-hari dalam hidup kami, biarlah nama-Mu semakin ditinggikan lewat diri ini.

* * *

Sumber: e-RH, 22/2/2013 (diedit seperlunya)

==========

22 Februari 2013

Jawaban Doa

Seorang anak meminta kepada ayahnya sebuah tanaman bunga cantik untuk menghias taman di depan rumahnya. Namun, betapa kecewanya ia, sebab sang ayah malah memberinya kaktus yang berduri, bukan bunga cantik.

Bentuknya tak menarik, bahkan duri di seluruh permukaannya bisa mudah melukai. Walau demikian, karena kasihnya kepada sang ayah, anak itu tetap menerimanya. Ia memelihara kaktus itu.

Setelah beberapa waktu, muncul sepucuk bunga mungil nan cantik di ujung kaktusnya. Ia tak menyangka bahwa dengan bersabar, ia kini mendapati keindahan bunga yang diidamkannya.


Ketika kita memanjatkan doa kepada Tuhan, terkadang kita juga mendapat jawaban doa yang tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Bisa jadi jawaban doa yang kita terima justru sangat berbeda dengan apa yang kita pikir akan kita peroleh.

Bahkan, Tuhan sepertinya malah memberi kita hal yang sulit atau buruk di mata kita. Ketika menerimanya, bisa jadi kita merasa sangat kecewa. Akan tetapi, pemazmur mengatakan, “Asal tak ada niat jahat di hati kita, Tuhan memerhatikan dan tidak menolak doa kita, sekalipun jawaban yang kita terima berbeda.” (Mazmur 66:18-20)

Yang perlu kita yakini adalah, Tuhan tidak pernah salah menjawab doa kita. Meski kadang Tuhan mengabulkan doa dan permohonan kita dengan cara yang unik, atau tidak serta merta menjawab doa dan mengabulkan permintaan kita; kita perlu percaya Dia tidak akan memberi hal buruk kepada kita.

Jika jalan-Nya berbeda, Dia selalu punya tujuan yang lebih baik. Setiap hal yang dipercayakan kepada kita, adalah jembatan menuju berkat dan sukacita yang sejati. —SR

Tuhan tak selalu memberi apa yang kita minta, tetapi percayalah Dia memberi yang tepat bagi kita.

* * *

Sumber: e-RH, 7/5/2011 (diedit seperlunya)

Judul asli: Bunga atau Kaktus?

==========

12 Februari 2013

Racun Tikus

Ada berbagai jenis racun tikus. Salah satunya berbentuk seperti makanan bagi tikus. Si binatang pengerat, yang mengira benda itu adalah makanan enak, akan memakannya tanpa curiga.

Beberapa jam kemudian, racun yang terkandung di dalam "makanan" itu akan bekerja dan membunuh si tikus dari dalam.

racun tikus

Cara kerja dosa mirip dengan cara kerja racun tikus tersebut. Pada awalnya tampak nikmat dan menggoda, tetapi kemudian menghancurkan hidup kita.

Itulah yang terjadi pada Adam dan Hawa di Taman Eden. Meskipun Tuhan sudah melarang mereka, Hawa tergoda untuk menikmati ‘buah pengetahuan’ karena buah itu terlihat sedap.

Godaan ini terasa lebih kuat lagi karena si ular berkata bahwa buah tersebut akan membuatnya mengerti hal-hal yang tersembunyi, yang hanya diketahui oleh Tuhan.

Hawa (dan kemudian Adam) pun akhirnya tergoda dan melanggar larangan Tuhan dengan mencicipi buah itu. Akibatnya, Adam dan Hawa diusir dari Taman Eden dan menanggung kutukan Tuhan.

Adam dan Hawa

Dosa memang sangat menggoda pada awalnya, tetapi konsekuensinya selalu buruk bagi hidup kita. Menjadi kaya dengan korupsi memang menggoda, tetapi konsekuensi hukumnya berat.

Berselingkuh memang menggoda, tetapi akan menghancurkan keluarga kita. Bolos sekolah untuk bermain memang menggoda, tetapi dapat merusak masa depan kita.

Karena itu, penting bagi kita untuk menjaga diri agar tidak tergoda oleh dosa. Anugerah-Nya menyadarkan kita akan parahnya konsekuensi dosa dan memampukan kita untuk menolak godaannya. —Alison Subiantoro

Sebuah lubang kebocoran dapat menenggelamkan kapal, sebuah dosa dapat menghancurkan kehidupan orang percaya. ~John Bunyan

* * *

Sumber: e-RH, 12/2/2013 (diedit seperlunya)

==========

10 Februari 2013

Rasa Cukup

Ada bermacam cara untuk menjerat burung. Anda dapat menempatkan jontrot atau burung pemikat di dalam kandang bertingkat dua dengan pintu terbuka. Jontrot biasanya burung yang “sudah jadi” alias rajin berkicau.

Anda juga dapat memakai pulut (getah nangka) dan jontrot. Cara lainnya dengan merentangkan jaring ikan di antara pepohonan. Namanya burung, mereka tidak pernah sadar jika itu perangkap.

perangkap burung

Sebuah nasihat bijak mengatakan agar kita memiliki “dua rasa cukup”. Rasa cukup atas ibadah kita, dan rasa cukup atas terpenuhinya kebutuhan kita.

Mereka yang tidak memiliki rasa cukup akan mengejar dan menginginkan hal-hal lain untuk memuaskannya. Saat itulah orang dapat jatuh ke dalam jerat godaan dan berbuat jahat. Jerat dalam bahasa aslinya berarti suatu perangkap yang tidak diduga-duga.

Godaan datang dengan sangat halus. Menyamarkan keinginan sebagai kebutuhan —kebutuhan akan makan, rumah, pakaian, kasih sayang— sehingga kita merasa sudah semestinya mendapatkannya. Dan, seperti burung yang lengah, kita pun terperangkap.

Untuk menangkalnya, kita perlu mengembangkan rasa cukup tadi. Ibadah yang cukup adalah ibadah yang melegakan batin, menerangi hidup, menolong kita untuk mengenali godaan, dan menjadikan kita manusia ilahi.

Sehubungan dengan kebutuhan sehari-hari, rasa cukup terwujud dalam rasa puas atas apa yang kita miliki, dan berusaha mendayagunakannya dengan cara-cara yang selaras dengan panggilan kita sebagai umat Tuhan. —Martinus Prabowo

Dalam rasa cukup, kita mensyukuri anugerah dan jaminan pemeliharaan Tuhan setiap hari.

* * *

Sumber: e-RH, 10/2/2013 (diedit seperlunya)

==========

06 Februari 2013

Melatih Iman

Saya punya teman yang senang berolahraga bela diri. Dia sudah mencapai tingkat tertinggi dan menyandang sabuk hitam. Untuk mencapainya, sudah barang tentu ia harus rela babak belur ketika berlatih. Tak ayal ia mengalami benturan, pukulan, hajaran.

Latihan-latihan berat ini berguna sekali untuk melatih ketahanan, ketangkasan, dan kepekaannya dalam menerima serangan. Semakin tinggi tingkatan yang hendak dicapai, semakin berat pula latihan yang harus dijalani.


Ketika kita menghadapi masalah yang bertubi-tubi dalam hidup kita, sering kali kita merasa masalah itu seolah-olah hendak meremukkan kita dengan hajaran, pukulan, bahkan benturan yang membanting-banting emosi kita.

Masalah yang datang silih berganti itu seperti tidak memberikan jeda bagi kita untuk bernapas lega atau sedikit santai menjalani hidup.

Tuhan ingin kita bertekun dalam setiap penderitaan yang tengah kita hadapi. Dengan bertekun, kita mengembangkan kehidupan iman yang tahan uji, dan iman yang tahan uji ini menimbulkan pengharapan yang tidak mengecewakan.

Selama kita hidup dan bernapas, kita akan selalu menemui masalah yang harus kita hadapi dan selesaikan. Masalah itu adalah pelatihan bagi “otot iman” kita agar semakin kuat, dan menjadi sarana bagi Tuhan untuk menunjukkan kasih-Nya, sehingga kita semakin mengenal dan mengasihi-Nya.

Selain itu, kita akan semakin terampil dalam menjalani hidup dan dinamikanya. —Riris Ernaeni

Masalah dan tantangan hidup adalah ajang latihan untuk mengembangkan dan memperkuat otot iman.

* * *

Sumber: e-RH, 6/2/2013 (diedit seperlunya)

==========

29 Januari 2013

Meminta Hikmat

Seorang pemain golf profesional baru saja membuat pukulan bagus. Sayang, bolanya masuk ke sebuah kantong kertas pembungkus makanan yang dibuang sembarangan.

Menurut peraturan, jika ia sengaja mengeluarkan bola itu, maka ia akan mendapat hukuman. Namun kalau ia memukul bola bersama kantong kertas itu, ia tidak mungkin dapat memukul dengan baik.

Si pemain pun berpikir sejenak untuk mendapat hikmat. Tak lama kemudian, ia mengambil korek api dari sakunya dan membakar kantong kertas tadi. Sesudah itu, ia dapat memukul bola golf itu lagi dengan pukulan terbaiknya.

mencari hikmat

Dalam perjalanan hidup ini, kerap kita menjumpai peristiwa yang tak terduga dan belum pernah kita alami. Sebagian di antaranya bisa jadi berupa ujian yang berat – baik dalam berkeluarga, membesarkan anak, bekerja, bergaul, melayani Tuhan, dan banyak aspek lain lagi.

Kita membutuhkan hikmat untuk menghadapinya. Namun, dalam kondisi sulit, wawasan dan pengalaman kita bisa terasa tak cukup. Di manakah kita dapat memperoleh hikmat agar dapat memilih sikap dan tindakan yang tepat?

Sebuah nasihat bijak mengatakan bahwa bila kita merasa kekurangan hikmat, kita boleh memintanya kepada Tuhan. Asal kita memintanya dengan iman, Dia akan memberikan hikmat itu tanpa syarat.

Dia akan memberi kita hikmat praktis untuk mengatasi kesulitan kita. Dia akan memberi kita hikmat untuk dapat melihat sebuah keadaan sebagaimana Tuhan melihatnya, sehingga kita tahu bagaimana bersikap secara tepat bagi setiap pribadi dan dalam setiap situasi. —Agustina Wijayani

Lihatlah masalah dari cara Tuhan melihat, maka masalah itu takkan tampak sesulit ketika ia pertama kali terlihat.

* * *

Sumber: e-RH, 29/1/2013 (diedit seperlunya)

==========

27 Januari 2013

Jalan Terjal

Saya membaca kisah menggelitik ini di blog seorang teman. Ia menuturkan bahwa dulu ketika jalan Trans Kalimantan sedang dibangun dan kondisinya masih berantarakan, nyaris tidak pernah terdengar adanya kasus kecelakaan di situ.

Namun kini, ketika jalan tersebut sudah mulus tanpa lubang, ia kerap mendengar kabar tentang orang yang meninggal sia-sia karena kecelakaan di jalan raya tersebut.

Kenyamanan yang tersedia bisa jadi justru membuat pengemudi lengah, mengantuk, atau kurang konsentrasi dalam mengemudikan kendaraan.

Saya kadang-kadang secara diam-diam menganggap Tuhan kejam karena Dia menuntun saya melewati jalan yang sama sekali tidak menyenangkan. Jalan yang terjal, penuh lubang, kelokan, dan kerikil tajam.


Tak jarang saya berharap agar Tuhan menuntun saya melalui hamparan rumput dengan bebungaan yang elok dan pepohonan yang teduh. Namun Tuhan justru membawa saya melalui jalur yang tandus dan gersang.

Saya mengeluh karena tidak mengerti maksud-Nya di balik perjalanan tersebut. Pernahkah Anda merasakan hal yang sama?

Tuhan memiliki jutaan misteri yang tak terselami dalam karya dan pemikiran-Nya. Namun, kita dapat meyakini bahwa segala perbuatan-Nya tentu berdasarkan kasih-Nya dan demi kebaikan kita.

Ia melindungi kita dari kelengahan, mencegah kita melakukan kebodohan, juga menyiapkan berkat yang dapat kita nikmati dengan penuh kepuasan.

Tuhan menyertai kita sepanjang perjalanan, menghibur, dan menguatkan kita dalam menghadapi tantangan. —Riris Ernaeni

Meskipun harus menghadapi perjalanan yang sukar, penyertaan Tuhan membuat hati kita tenang.

* * *

Sumber: e-RH, 27/1/2013 (diedit seperlunya)

==========

26 Januari 2013

Proses Pertumbuhan

Bagi seorang bayi, makanan yang paling baik adalah air susu ibu. Pada saat itu ia belum mampu mencerna makanan yang keras. Ada beberapa bagian tubuhnya yang belum mampu mencerna makanan dengan sempurna. Bila tetap dipaksakan mengonsumsi makanan yang keras, bayi itu bisa sakit sehingga proses pertumbuhannya terganggu.

Ketika usianya semakin bertambah, secara bertahap diberi asupan makanan selain susu sampai akhirnya ia disapih. Seiring dengan pertumbuhannya, tubuhnya semakin siap dan mampu mencerna makanan keras dengan baik.


Dalam kehidupan sehari-hari, kadang-kadang kita menemukan orang yang tidak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat. Ia masih terus melakukan tindakan kurang terpuji dalam hidupnya, bahkan melenceng jauh dari jalan Tuhan. Kondisi seperti ini menunjukkan keadaan seseorang yang terhambat pertumbuhan rohaninya.

Pertumbuhan rohani memang tidak terjadi secara otomatis. Perlu latihan. Latihannya adalah dengan belajar menerapkan dan menaati firman Tuhan, sehingga secara bertahap kita semakin tajam mengenali hal-hal yang baik dan yang jahat.

Sikap terbuka untuk belajar dan senantiasa siap diperbarui oleh firman-Nya merupakan lahan yang baik bagi pertumbuhan rohani. Semakin kita bertumbuh, kita akan semakin menyerupai Pencipta kita dalam karakter, dan buahnya akan semakin nyata dalam kehidupan kita.

Marilah kita menilik kondisi kita masing-masing dengan saksama. Apakah indra kita semakin peka dalam mengenali jalan Tuhan dan kita semakin sigap dalam menaatinya? —Wahyu Barmanto

Semakin dewasa pertumbuhan rohani kita, semakin peka kita dalam mengikuti jalan kebenaran.

* * *

Sumber: e-RH, 26/1/2013 (diedit seperlunya)

Judul asli: Latihan Bertumbuh

==========

23 Januari 2013

Penantian Panjang

Kim dan Krickitt Carpenter berkendara menuju Arizona untuk merayakan Thanksgiving. Malapetaka tak dapat ditolak, mereka mengalami kecelakaan. Krickitt (sang suami) mengalami koma selama empat bulan.

Ketika sadar kembali, ia kehilangan memorinya. Bahkan kenangan pernikahannya selama dua tahun dengan Kim pun terhapus sama sekali. Butuh waktu tiga tahun baginya untuk dapat memiliki hubungan emosional lagi dengan istrinya.

Sebuah penantian yang panjang bagi Kim. Penantian untuk dirindukan, dicintai, dan diterima kembali oleh sang suami. Kisah nyata ini akhirnya diangkat menjadi film dengan judul The Vow.


Tuhan juga merindukan kita untuk menantikan Dia. Dia menantikan Anda berseru dan menunggu pertolongan-Nya. Dia menginginkan agar Anda mengenali-Nya setiap waktu, menunjukkan jalan yang lurus bagi Anda, dan menguduskan hidup Anda dari kecemaran.

Dia siap sedia untuk mencukupi segala kebutuhan Anda, dan memulihkan Anda sepenuhnya.

Namun, kita perlu menantikan dengan setia hingga waktu-Nya tiba. Tuhan menghendaki, agar kita menantikan Dia bertindak menurut waktu-Nya.

Kita mungkin tergoda untuk mendesak Tuhan, agar mempercepat agenda-Nya. Namun, Tuhan memiliki perhitungan yang melampaui pengertian kita.

Ketidaksabaran kita hanya akan membuahkan kesia-siaan. Jadi, jika Anda sedang menantikan sesuatu dari Tuhan, bertekunlah. Dia tidak akan pernah mengecewakan dan mempermalukan kita. —Martinus Prabowo

Kesediaan kita untuk menanti menunjukkan penghargaan pada Sang Pemberi Janji.

* * *

Sumber: e-RH, 23/1/2013 (diedit seperlunya)

==========

15 Januari 2013

Definisi Kesuksesan

Ada beragam definisi kesuksesan. Bagi sebagian orang, kesuksesan adalah kondisi ketika seseorang sudah memiliki uang dan harta dalam jumlah tertentu. Atau, jika sudah memiliki pengikut setia yang banyak. Atau, jika berhasil menjadi yang terbaik dalam bidang tertentu. Atau, jika sudah memiliki keluarga yang harmonis.

Bermacam definisi ini muncul, tergantung pada tata nilai dan latar belakang seseorang. Namun, secara umum kesuksesan kerap diukur berdasarkan pencapaian atau hasil yang diperoleh.


Definisi kesuksesan bagi Tuhan, khususnya dalam konteks panggilan-Nya kepada Nabi Yesaya, berbeda dengan definisi yang umumnya dipegang oleh manusia.

Yesaya diutus untuk menyampaikan firman Tuhan kepada bangsa Israel. Uniknya, Tuhan sudah mengatakan bahwa Israel tidak akan memedulikan Yesaya. Pelayanan Yesaya akan tidak berbuah. Dengan kata lain, berdasarkan definisi umum, Yesaya akan gagal.

Namun demikian, Tuhan tetap menyuruh Yesaya menjalani panggilan-Nya tersebut dan hanya memintanya untuk setia. Itulah arti kesuksesan bagi Tuhan, yaitu setia kepada panggilan-Nya sampai akhir, bagaimanapun beratnya situasi.

Definisi kesuksesan ini penting kita miliki dalam menjalani hidup. Tuhan tidak menuntut kita memiliki pencapaian yang spektakuler. Atau, tampak terpandang di mata orang. Karenanya, jangan malu kalau kita tampak "kalah" berprestasi dibandingkan orang lain.

Jangan pula tergoda mengambil jalan pintas yang tidak sesuai dengan firman-Nya, hanya agar dipandang berhasil oleh dunia. Melainkan, berusahalah dinilai sukses oleh Tuhan dengan terus berusaha setia kepada panggilan-Nya. —ALS

Bagi Tuhan kesuksesan kita terutama diukur dari kesetiaan kita.

* * *

Sumber: e-RH, 14/4/2011 (diedit seperlunya)

Judul asli: Kesuksesan

==========

10 Januari 2013

Mukjizat Kentang

Dalam Faith Like Potatoes (Iman Seperti Kentang), Angus Buchan dan ribuan warga berkumpul di Stadion King Parks, Durban, Afrika Selatan, berdoa meminta hujan turun.

Semula Angus adalah seorang petani jagung dan peternak, namun ia memutuskan untuk menanam kentang. Ia sudah diperingatkan, tidak bisa bertanam kentang tanpa pengairan yang cukup.

Nyatanya, selama empat bulan hujan tak kunjung turun. Angus bisa saja geram dan patah semangat, namun ia memilih untuk tetap percaya.

Suatu hari ia meminta Simeon Bhengu, orang kepercayaannya, agar menyiapkan pegawai mereka untuk memanen ladang. Ia berdoa dan mengucap syukur atas panen hari itu – tanpa ia tahu kentangnya tumbuh atau tidak.

Ternyata, mereka memanen kentang berukuran besar-besar! Angus bersukacita dan warga setempat menyaksikan keajaiban Tuhan. Ah, siapa menduga bahwa Tuhan memiliki cara lain untuk menumbuhkan kentang?


Cara berpikir kita kerap tidak selaras dengan cara berpikir Tuhan. Rencana Tuhan sering tak terselami oleh daya pikir kita yang terbatas. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi esok. Hal itu dapat membangkitkan kekhawatiran, namun dapat pula memperkuat iman kita.

Ya, ketika menghadapi jalan buntu, maukah kita terus berdoa dan berusaha dengan tetap percaya bahwa Tuhan tidak akan pernah mengecewakan kita? Yakinkah kita bahwa, sekalipun keadaan tampak buruk, Tuhan sedang mengerjakan sesuatu yang baik?

Jawaban Tuhan mungkin tidak senantiasa ajaib seperti pengalaman Angus, namun rencana-Nya pasti mendatangkan kesejahteraan bagi kita. —IST

Kita memerlukan iman seperti kentang: iman yang sederhana, nyata, dan mampu menopang kita dalam kehidupan sehari-hari. ~Peter Marshall

* * *

Sumber: e-RH, 10/1/2013 (diedit seperlunya)

==========

09 Januari 2013

Tuhan Turut Bekerja

“Untung banjir di rumah saya cuma semata kaki, kalau lebih tinggi lagi tidak terbayang, pasti sudah habis semua.” “Untung tadi cuma nabrak becak, kalau nabrak truk bagaimana, mungkin sudah tinggal nama.”

Bahkan ketika ada seseorang yang kecelakaan dan meninggal dunia, masih saja banyak orang yang berkata, “Untung meninggal, kalau tidak tentu cacat seumur hidup.”

Begitulah konon bagi orang Indonesia, semuanya serba untung. Ini adalah sebuah sikap yang baik, sikap yang penuh dengan keoptimisan dan rasa syukur yang mendalam.

Tentu bagi kita, orang-orang beriman, ada alasan yang lebih baik mengapa kita selalu saja bersyukur. Bukan hanya kerena kita tidak mengalami kejadian yang lebih parah, namun karena kita yakin dan percaya bahwa di dalam segala sesuatu Tuhan turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan.

Namun, mungkin ada di antara kita yang bertanya, “Apanya yang baik?” Peristiwa kesusahan atau musibah kok dibilang mendatangkan kebaikan?

Mari kita renungkan bersama, apa ada kebaikan di balik musibah? Oh tentu saja ada! Mungkin supaya kita lebih berserah kepada Tuhan, tidak cuma mengandalkan harta atau kemampuan kita.

Mungkin supaya kita lebih peka terhadap sesama yang menderita. Selama ini mungkin kita hanya sering mendengar orang mengungsi dari rumahnya karena banjir, gempa, atau bencana alam yang lain. Hanya sekadar mendengar, tetapi kita tidak mengalaminya sendiri.

Beberapa waktu yang lalu, saya harus terbaring lemah di sebuah rumah sakit, karena saya harus menjalani suatu operasi. Pada saat itu saya sempat bertanya kepada Tuhan, “Tuhan, mengapa di saat saya sedang giat-giatnya melakukan pelayanan, kok saya malah sakit seperti ini?”


Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, saya mendapatkan sebuah pelajaran, bahwa hal tersebut baik untuk saya. Mengapa? Sebab sebagai seorang hamba Tuhan, yang salah satu tugasnya berkunjung ke rumah-rumah orang yang sakit, saya harus dapat berempati kepada mereka.

Dahulu sebelum saya sakit, mungkin saya hanya sekadar melihat dan bersimpati. Tetapi saat ini saya sudah mengalaminya sendiri bagaimana rasanya sakit, dan harus terbaring di rumah sakit selama beberapa hari, sehingga jika saya mengadakan perkunjungan ke orang-orang yang sakit, tentu empatinya akan lebih dalam lagi.

Selain itu, melalui peristiwa yang tidak mengenakkan kita, sebetulnya Tuhan ingin memperlihatkan berkat dan mukjizat-Nya bagi kita. Biasanya orang baru bisa merasakan nikmatnya makan setelah merasa kelaparan. Bisa merasakan nikmatnya manis setelah kita merasakan pahit, atau merasakan betapa penting dan berharganya sehat setelah mengalami sakit penyakit.

Coba kita bayangkan, seandainya hidup kita dipenuhi rasa manis terus, beruntung terus, berkecukupan terus, atau sehat terus; tentu semua itu kita rasakan biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa. Alhasil dalam hidup ini kita akan sulit mengungkapkan rasa syukur kita.

Untuk itulah, kita perlu mengamini bahwa di dalam segala sesuatu, termasuk juga di dalam penderitaan, Tuhan turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi kita. —Pdt. David Nugrahaning Widi

Sesungguhnya di balik segala sesuatu, termasuk musibah, terdapat hikmah dan pelajaran bagi mereka yang bersabar dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan.

* * *

Sumber: KristusHidup.org, 9/1/2013 (diedit seperlunya)

Judul asli: Allah Turut Bekerja

==========

04 Januari 2013

Jadah dan Tempe Bacem

Di Kaliurang, dingin dan lapar, dalam sebuah acara di lereng Gunung Merapi itu, saya bersama istri sungguh beruntung. Pagi itu, entah dingin yang membuat kami lapar, atau lapar yang membuat kami kedinginan. Itu tidaklah penting, karena kami sudah menemukan “pengganjal” perut yang nikmat: jadah dan tempe bacem.

jadah dan tempe bacem

Makanan itu jarang sekali kami temukan di pasar tradisional di Jakarta, terlebih di mal. Melahap jadah hangat dan tempe bacem yang legit sungguh nikmat.

Lama sekali kami tidak menikmati makanan ini, dalam arti tidak setiap saat kami bisa menikmatinya. Apakah hati kita yang telah lama tidak menyantap firman Tuhan dan berdoa, juga akan merasakan nikmat yang sama?

Seberapa sering kita berdoa? Sesering kita makan mi instan-kah? Ah, ini bukan pertanyaan yang meledek! Tetapi memang benar, ada banyak di antara kita yang lebih sering makan mi instan setiap hari ketimbang berdoa.

Tiada hari tanpa mi instan. Inilah pertanda bahwa selera kita sudah begitu lengket dengan mi instan. Ya, mi instan memang praktis dan cocok untuk situasi mendesak.

mi instan

Anak-anak yang akan berangkat sekolah, praktisnya makan mi instan. Kita bergegas mau ke kantor, ya sarapan mi instan. Bahkan bantuan tercepat saat darurat bencana alam, pilihannya juga mi instan!

Nah, bagaimana dengan doa? Apakah doa itu pilihan praktis dalam keseharian kita? Apakah doa mengenyangkan rasa lapar kita? Rasa lapar kita akan hati yang teduh. Rasa lapar kita untuk mengalami damai sejahtera Tuhan. Rasa lapar kita bercengkerama dengan Tuhan yang senantiasa memelihara hati dan pikiran kita.

Doa sesungguhnya sangat praktis saat kita terdesak dalam kesulitan dan kepahitan hidup. Saat kita sedang sakit, sedih, dan menderita. Doa juga mengenyangkan saat kita “terdesak ke atas”, di mana kita sedang bahagia, sukses, sehat, dan banyak berkat.

Janganlah kita khawatir tentang apa pun, tetapi nyatakanlah segala keinginan kita kepada Tuhan dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.

Kini saatnya menjadikan doa sebagai pilihan praktis kita, yang bisa memenuhi kebutuhan kita sehari-hari. Jadikanlah doa benar-benar meresap ke dalam selera kita, berdoalah setiap saat.

Adakalanya kita tidak bisa rutin beribadah. Tidak setiap hari bisa membaca firman Tuhan. Kita juga tidak bisa setiap saat berdoa. Kesibukan membelenggu kita. Kita terlilit kekecewaan yang mendalam. Kita tercekik kesedihan yang meruyak hati.

Itu semua membuat kita marah, protes, berontak, dan menggugat Tuhan. Itu semua membuat kita tak bisa lagi berdoa, dan enggan beribadah.

Tidakkah itu membuat hati kita dingin dan lapar? Apa pun yang membuat kita dingin dan lapar, bereskanlah setiap kegalauan hati itu.

Tuhan ada di bilik hati kita yang terdalam. Berdoalah, tetaplah berdoa! Doa-doa kita akan menghangatkan hati kita. Doa-doa kita akan memuaskan rasa lapar kita akan Tuhan. —Agus Santosa

Iblis tersenyum ketika kita membuat rencana. Ia tertawa ketika kita menjadi terlalu sibuk. Namun, ia gemetar ketika kita berdoa. ~Corrie ten Boom

* * *

Sumber: KristusHidup.org, 4/1/2013 (diedit seperlunya)

==========


Artikel Terbaru Blog Ini