Sebelum film diputar, terdengar sebuah pengumuman, "Para penonton yang terhormat, film ini melukiskan kegiatan terakhir pemimpin besar kita, Adolf Hitler!"
Penonton pun serentak berdiri dan menghormat ke arah layar. Hitler begitu terharu sampai ia lupa berdiri.
Tiba-tiba penonton di sampingnya berkata, "Hai, Bung, cepat berdiri! Saya tahu bagaimana perasaan Anda terhadap haram jadah itu. Tapi, kita sedang diawasi polisi rahasia!"
Adolf Hitler |
Anekdot itu menggambarkan penghormatan yang tidak tulus. Penghormatan yang terpaksa, dilakukan karena takut akan hukuman. Seperti itu jugakah "takut akan Tuhan" yang dimaksudkan dalam Kitab Suci?
Ada orang yang taat bukan karena mengasihi Tuhan, melainkan karena takut mendapat hukuman jika ia tidak taat. Orang itu membayangkan Tuhan sebagai sosok diktator kejam yang siap menghukum setiap ketidaktaatan.
Tuhan bukan diktator yang kejam. Sebaliknya, Dia sangat baik dan bijaksana terhadap umat-Nya.
Memang, Dia mendisiplin kita ketika kita melakukan kesalahan. Namun, Dia melakukannya bukan dengan mengancam dan menakut-nakuti.
Dia mendidik kita agar semakin bertumbuh dalam iman dan pengenalan akan Dia, sehingga kita semakin terlatih untuk hidup dalam kebenaran.
Dengan pengertian yang benar ini, kita pun akan memiliki sikap "takut akan Tuhan" yang benar pula.
Konsep kita akan Tuhan menentukan motivasi kita dalam menaati Dia.
* * *
Penulis: Petrus Kwik | e-RH, 6/4/2013
(diedit seperlunya)
==========