31 Agustus 2012

Jangan Berhenti

Dongeng tentang pemain piano Ignace Paderewski ini dikisahkan oleh Darrel L. Anderson. Seorang ibu ingin putranya yang baru belajar piano bisa mahir bermain piano, maka ia membeli tiket untuk menonton pertunjukan Paderewski.

Ibu dan anak itu duduk di depan dekat panggung konser. Di saat ibu tersebut bercakap-cakap dengan seseorang, putranya menyelinap pergi.

Tiba saatnya konser akan dimulai, lampu sorot dinyalakan. Pada saat itulah para penonton melihat di panggung seorang anak laki-laki duduk di hadapan piano dan dengan tanpa rasa besalah segera memainkan lagu “Twinkle, Twinkle Little Star”.

Sang maestro, Ignace Paderewski, muncul di panggung dan menuju ke piano itu. Anak itu akan berhenti bermain, tetapi bisik Paderewski: “Jangan berhenti. Bermainlah terus.”

Sambil mendekat Paderewski mengulurkan tangan kirinya dan mulai memainkan bass. Tangan kanannya juga diulurkan melingkari tubuh anak kecil itu, dan memainkan obbligato. Sang maestro dan anak kecil pemula itu bermain besama-sama, membuat para penonton terpesona.

Dalam kehidupan ini, mungkin kita juga seorang pemula dalam bekerja dan melayani. Kita merasa khawatir, merasa takut jika melakukan kesalahan atau tidak berhasil.

Sebaliknya mungkin kita adalah ‘pemain lama’ yang telah jemu dan lelah menjalani kehidupan ini. Kita merasa lungkrah (lemah, capai, letih, lelah). Kita berjalan terseok-seok dalam pelayanan, dalam karya, dalam menjalani hidup ini. Kadang kita merasa tidak dihargai, mengalami stagnasi, lantas ingin berhenti.

Tetapi Sang Maestro kehidupan juga berbisik kepada kita, “Teruslah melangkah, jangan berhenti. Teruslah bekerja, teruslah berkarya, teruslah melayani, teruslah mengasihi, teruslah menjalani kehidupan ini.”

Dan bila kita terus melangkah, Dia akan menambah dan melengkapi sehingga sebuah karya yang sangat indah tercipta, menjadi berkat bagi sesama, dan memuliakan nama-Nya.

Jika kita tetap setia hingga ajal menjemput, Ia akan mengaruniakan kepada kita mahkota kehidupan. —Liana Poedjihastuti

* * *

Sumber: KristusHidup.com, 31/8/12 (diedit seperlunya)

==========

27 Agustus 2012

Bangkit dari Keterpurukan

Seorang pria berkebangsaan Inggris melompat dari Menara Eiffel di Kota Paris, Prancis pada hari Minggu, 24 Juni 2012 yang lalu. Ia jatuh dari ketinggian 320 meter. Polisi sudah membujuknya, tetapi ia tetap nekat terjun bebas tanpa payung.

Beberapa jam kemudian, seorang wanita, 30 tahun menyusul, namun berhasil dibujuk dan dievakuasi dengan helikopter. Menara Eiffel menjadi tempat wisata, tetapi juga menjadi tempat favorit untuk bunuh diri. Setiap hari kira-kira ada 20 ribu turis datang ke sana.

Jalan pintas saat ini seolah-olah menjadi cara terbaik untuk mengakhiri hidup, karena dunia seakan tidak bersahabat lagi. Kiat apa agar kita tidak cepat putus asa ketika beban hidup semakin berat menindih kita?

Masih ada kekuatan di luar kemampuan kita yang terbatas. Cobalah keluar dari diri sendiri dan melihat ke sekeliling dan ke atas. Artinya mungkin keadaan kita sebenarnya lebih baik daripada orang lain yang kita lihat. Cara ini akan memudahkan kita untuk hidup bersyukur.

Dan lihatlah ke atas, di sana ada Tuhan yang tak kelihatan namun peduli atas hidup umat-Nya. Dengan cara menyadari masih ada kekuatan di luar kemampuan kita, maka kita akan terhindar dari putus asa yang tak terkendali.

Kejatuhan bukan akhir segala-galanya. Dua orang terjun dari Menara Eiffel, yang satu selamat, dan yang satu tewas. Semua tergantung sikap kita menyambut tawaran bagaimana menghadapi hidup ini.

Kalau Anda sedang dalam posisi jatuh, segeralah bangun karena masih ada yang mau menyelamatkan Anda. Jangan terpuruk dan tinggal diam menyesali apa yang telah terjadi.

Buatlah bubur menjadi makanan yang lezat. Zaman ini bubur bisa diolah menjadi makanan yang lezat dengan ditambahkan bermacam bumbu. Demikianlah hidup ini tidak untuk ditangisi, tetapi untuk dihadapi dengan semangat baru.

Masih ada jalan terbuka untuk bercerita tentang perjalanan hidup yang penuh suka duka ini kepada generasi selanjutnya. Kalau perlu buatlah biografi agar dapat dibaca banyak orang. Setuju? —Pdt. Em. Andreas Gunawan Pr.

* * *

Sumber: KristusHidup.com, 27/8/12 (diedit seperlunya)

Judul asli: Nasi Menjadi Bubur

==========

24 Agustus 2012

Penyebab Khawatir

Seseorang pernah menulis demikian: "Jika makanan disadari sebagai penyambung hidup, bukan untuk memenuhi dan mengejar selera makan, masihkah manusia khawatir? Jika pakaian awalnya adalah untuk menutupi ketelanjangan, bukan untuk menghias tubuh, masihkah manusia khawatir?"

Dalam kenyataannya, rasa khawatir kerap menggeser rasa syukur yang seharusnya ada ketika kebutuhan-kebutuhan dasar kita terpenuhi.

Mari kita lihat kehidupan dua makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Burung yang tidak punya akal untuk membuat dan menyimpan makanan seperti manusia, tetapi diberi makan oleh Tuhan.

Bunga bakung yang termasuk golongan bunga Anemon liar, tak punya kreativitas menenun bahan pakaian seperti manusia, tetapi Tuhan menghiasinya dengan keindahan yang lebih dari pakaian seorang raja.

Betapa Tuhan memerhatikan segala ciptaan-Nya, bahkan yang lemah dan luput dari pengamatan manusia. Jika kita masih meragukan pemeliharaan Tuhan yang demikian detail, maka tak heran jika kita disebut sebagai orang yang kurang percaya.

Kekhawatiran bisa menghantui ketika kebutuhan sudah beralih fungsi untuk memenuhi keinginan dan kepuasan diri. Kita menetapkan standar sendiri, lalu gelisah ketika Tuhan tidak memenuhinya.

Hidup tidak lagi dijalani untuk Tuhan yang menciptakan kita dan bergantung pada pemeliharaan-Nya, tetapi untuk memenuhi hasrat diri dan cara yang kita ingini. Apakah hal tersebut yang menyebabkan kekhawatiran Anda hari ini? --JAP

* * *

Sumber: e-RH, 24/8/12 (diedit seperlunya)

==========


Artikel Terbaru Blog Ini