13 Desember 2010

Natal yang Paling Berarti

Aku mengeluarkan bagian-bagian pohon Natal dari dalam dus yang kusimpan di gudang belakang. Penanggalan baru menunjukkan tanggal 3 Desember, tapi aku ingin memasang pohon Natal lebih cepat dari biasanya. Kusiapkan juga kaset-kaset yang berisi lagu Natal untuk diputar nanti.

Tahun ini aku merasa lelah secara fisik, sehingga aku menyerahkan tugas untuk membuat kue-kue Natal kepada dua orang saudara sepupuku. Di lemari telah tersedia beberapa jenis sirup dan minuman lainnya untuk disuguhkan pada hari Natal nanti. Kami selalu memanfaatkan momen Natal untuk berkumpul bersama keluarga dan bergembira dengan makanan yang enak-enak.

Aku baru mulai merangkai pohon Natal yang kupasang ketika perasaan ini muncul di hatiku, “Seharusnya aku melakukan sesuatu yang lebih berarti dan memberkati orang lain pada Natal seperti ini. Bukankah Natal mengingatkan kita tentang pemberian terbesar dari Bapa kepada manusia berdosa?”

Aku menyadari banyak orang Kristen yang telah kehilangan makna sesungguhnya dari Natal. Sering kita memandang Natal hanya sebagai waktu bersenang-senang, berkumpul dan makan bersama, atau saling mengirimkan kartu ucapan dan bingkisan.

Saat itu juga aku berdoa di dalam hati, “Tuhan, aku ingin Natal kali ini berbeda dari Natal biasanya. Pertemukan aku dengan seseorang yang akan menerima berkat Natal dariku. Aku tidak tahu siapa orangnya dan apa yang akan kuberikan padanya, tapi beriku hikmat dan pakai aku Tuhan agar Natal ini berarti.”

Seminggu kemudian aku menerima telepon dari seorang kenalan lama, “Gina, aku butuh pertolonganmu. Istriku sakit keras dan dia harus berobat ke kota. Kami tidak punya siapa-siapa di kota, bolehkah kami menumpang di rumahmu?”

Saat itu ada sedikit penolakan dalam hatiku, “Di saat Natal seperti ini harus mengurus orang sakit?” Tapi aku segera ingat doa yang kunaikkan minggu lalu. “Silakan, dengan senang hati kami membuka rumah,” jawabku.

Lima hari kemudian mereka datang. Istrinya kurus dan lemah karena penyakit ginjal. Aku banyak berbincang-bincang dengan mereka. Ternyata selama ini mereka berdua jauh dari Tuhan. Suami istri itu menitikkan air mata ketika aku dan suamiku berbicara tentang Tuhan.

Kami menguatkan dan mendorong mereka untuk menaruh harapan kepada Tuhan. Setiap hari kami berdoa bersama-sama dan kami meminta agar Tuhan memenuhi hati mereka dengan sukacita dan damai sejahtera.

Aku menganggap itu sebagai Natal yang paling berarti, karena sepasang suami istri dibangkitkan kembali imannya melalui kami. Memang sudah seharusnya orang Kristen menyatakan pelayanan, kasih, dan kepedulian kepada sesamanya.

Dengan demikian akan banyak orang yang bisa merasakan sukacita dan damai Natal. Mintalah agar pada Natal kali ini Tuhan memakai kita untuk menjadi saluran berkat Tuhan bagi sesama.

* * *

Sumber: Manna Sorgawi, 13 Desember 2010 (diedit seperlunya)

Di-online-kan oleh Paulus Herlambang.

==========

24 September 2010

Haruskah Kita Berhenti Berbuat Baik?

Pernahkah anda merasa kecewa ketika ketulusan anda untuk menolong seseorang ditanggapi secara negatif? Saya beberapa kali merasakan kekecewaan itu.

Ada orang-orang yang sebenarnya memerlukan pertolongan, tetapi merasa gengsi dan direndahkan ketika ditolong. Beberapa kali saya mencoba memberikan pertolongan, tetapi orang yang ditolong menunjukkan reaksi yang sepertinya tidak membutuhkan pertolongan saya.

Sikap dan kata-katanya seolah berkata, “Saya tidak butuh pertolongan kamu, apa yang kamu lakukan tak ada artinya bagi saya. Tanpa pertolongan kamu saya mampu kok.”

Ketika menerima reaksi seperti itu, awalnya saya berjanji kepada diri sendiri untuk tidak akan pernah lagi memberikan pertolongan kepada orang tersebut. Namun terkadang hati saya ingin sekali menolong, dan lagi-lagi saya melakukannya. Tapi, lagi-lagi saya kecewa. Ini merupakan salah satu tantangan dalam berbuat baik.

Memang tidak semua orang bisa menerima uluran tangan kita untuk menolong mereka. Namun apa pun alasan yang ada di balik penolakan itu, kita harus tetap berbuat baik. Ingatlah selalu bahwa semua yang kita lakukan merupakan tanggung jawab kita kepada Tuhan karena hal itu merupakan kehendak Tuhan.

Sekalipun ada orang yang meremehkan perbuatan baik atau pertolongan yang kita berikan, percayalah bahwa Tuhan akan selalu memperhitungkannya.

Tantangan dalam berbuat baik bisa banyak ragamnya. Selain tantangan seperti di atas, terkadang ada juga orang yang memanfaatkan kebaikan kita dengan meminta sebanyak mungkin, atau bahkan menipu kita.

Mungkin juga ada yang curiga bahwa kita melakukan kebaikan karena ada maksud tertentu. Tetapi, apakah tantangan-tantangan seperti itu akan menghentikan langkah kita untuk berbuat baik?

“Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.” (Galatia 6:9). Ini adalah perintah dan sekaligus janji Tuhan, bahwa suatu saat nanti kita akan menuai hasil dari kebaikan yang kita lakukan.

Hari ini, tetapkanlah hati kita untuk berbuat baik. Apa pun tantangannya, janganlah membuat kita menyerah. Banyak orang yang tidak mau lagi berbuat baik, karena terlalu sering dikecewakan.

Kita perlu menyadari bahwa Iblis akan memakai berbagai macam cara untuk melemahkan dan akhirnya menghentikan kita dalam melakukan firman Tuhan.

Mungkin juga perbuatan baik kita akan dilupakan orang, atau bahkan dibalas dengan kejahatan. Tapi ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah lupa semua yang kita lakukan atas dasar ketaatan pada firman-Nya.

Jadi selama masih ada kesempatan, berbuat baiklah. Jangan menahan sedikit pun untuk menyatakan kebaikan kepada sesama. Sekecil apa pun kebaikan yang kita lakukan, akan dipandang oleh Tuhan sebagai suatu bentuk ketaatan kita kepada-Nya.

-----

Kata-kata bijak:
Jangan kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan.

* * *

Sumber: Manna Sorgawi, 24 September 2010 (diedit seperlunya)

Judul asli: Haruskah Kita Mundur?

Di-online-kan oleh Paulus Herlambang.

==========

16 September 2010

Keyakinan Anak Kecil

Ibu itu baru saja berbelanja bersama gadis kecilnya yang berumur 6 tahun. Anak gadis itu berwajah cantik dan polos. Hujan turun begitu lebat, dan kini mereka berdiri di bawah tenda, persis di depan pintu sebuah mini market.

Di situ banyak orang berdiri, menunggu hujan berhenti. Ada yang menggerutu, ada yang menunggu dengan pasrah. Saya sendiri selalu kagum akan kuasa Tuhan setiap kali melihat hujan turun membasahi bumi.

Saat itu pun saya sedang memandangi titik-titik air hujan ketika suara yang manis keluar dari mulut gadis kecil itu, “Ma, ayo kita berlari menerobos hujan.” “Apa?” kata ibunya. “Ayo kita berlari menerobos hujan,” ulang gadis kecil itu lagi.

“Tidak, sayang. Kita akan menunggu hingga hujan reda,” jawab ibunya.

Gadis kecil itu tampak terdiam beberapa menit, kemudian berkata lagi, “Ayo, Ma... kita berlari menerobos hujan.”

“Kita akan basah kuyup, Nak,” jawab ibunya.

“Tidak, Ma. Bukankah itu yang Mama katakan tadi pagi?” bantah gadis kecil itu sembari menarik tangan ibunya.

“Tadi pagi? Kapan Mama pernah mengatakan bahwa kita akan berjalan di tengah hujan dan tidak basah?” tanya ibunya.

“Mama tidak ingat ya? Ketika Mama berbicara kepada Papa mengenai penyakit kanker Papa, Mama berkata, ‘Jika Tuhan bisa menolong kita melalui masalah ini, Ia bisa menolong kita melalui segala bentuk kesulitan.’”

Semua orang yang mendengar kata-kata gadis kecil itu terdiam. Yang terdengar saat itu hanya gemericik air hujan. Kami semua berdiri terpaku, untuk sesaat suasana menjadi begitu hening.

Ibu gadis kecil itu juga terdiam sejenak. Ini adalah waktunya gadis kecil itu mendapatkan bukti mengenai apa yang dikatakan oleh ibunya.

“Sayang, kau benar. Mari kita berlari menembus hujan. Jika Tuhan mengizinkan kita basah, mungkin kita hanya perlu mandi dan mengganti pakaian,” kata ibunya.

Setelah itu, mereka pun berlari menembus hujan. Kami semua tersenyum lalu tertawa ketika mereka berlari sambil menaruh belanjaan mereka di atas kepala. Mereka basah kuyup.

Tetapi beberapa orang kemudian mengikuti tindakan mereka, termasuk saya. Kami berlari menuju mobil masing-masing dengan tertawa penuh sukacita, dengan tubuh yang basah diguyur hujan.

Terkadang kita harus bersikap seperti gadis kecil itu dalam menghadapi situasi yang kurang nyaman, tetap melangkah dan tetap beriman kepada Tuhan. Iman yang tidak dipengaruhi oleh keadaan sekeliling, iman terhadap janji-janji Tuhan, iman terhadap kasih dan juga kuasa-Nya.

Tuhan yang memegang kendali atas kehidupan orang-orang yang dikasihi-Nya, Ia bertanggung jawab terhadap hidup kita. Kalaupun apa yang terjadi di hadapan kita tidak seperti yang kita harapkan, percayalah bahwa Tuhan menyediakan jalan keluar. Ia akan memampukan kita mengatasi segala sesuatunya bersama Dia.

“Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.” ~Amsal 3:5~

-----

Kata-kata-bijak:
Jangan biarkan logika mengalahkan iman Anda, tetapi biarlah iman melampaui logika Anda.

* * *

Sumber: Manna Sorgawi, 16 September 2010 (diedit seperlunya)

Di-online-kan oleh Paulus Herlambang.

==========

13 September 2010

Titik Nadir

Sore itu, sepulang kantor, saya mengunjungi Angelia, seorang teman yang belum lama saya kenal. Saya ingin membangun persahabatan dengan Angelia. Oleh karena itu, seminggu sebelumnya saya memutuskan untuk meluangkan waktu khusus buatnya, meskipun kegiatan saya cukup padat.

Usia yang tidak terpaut jauh membuat kami nyaman berbincang-bincang tentang kehidupan kami sebagai wanita yang mengerti arti panggilan hidup dan sedang bergerak ke arah hidup yang maksimal.

Saya memang senang mendengar kisah hidup, terutama tentang perjalanan hidup orang yang mau diubahkan untuk mencapai hidup yang memberi dampak.

Angelia adalah wanita terpelajar, tinggal di kompleks yang elit dan hidup dalam kemapanan, tetapi gaya serta penampilannya bersahaja.

Angelia bercerita bahwa dua tahun belakangan dia mengalami pemrosesan yang hebat, di mana dia mengalami sakit yang berat tetapi justru di masa itulah dia mengenal dan mengalami perjumpaan dengan Tuhan.

Ketika sakit itu ia mendapat kesempatan menginap di hotel mewah Ritz Carlton. Meskipun berada di tempat yang mewah, sangat nyaman, dan banyak fasilitas untuk memanjakan diri, tetapi saat itu Angelia merasa tidak ada yang berarti bagi dirinya.

Jiwanya hampa dan dia sadar sedang berada di titik nadir kehidupannya. Sebelum hari berakhir, firman Tuhan menggema di dalam hatinya.
Beginilah firman TUHAN: “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang
mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!”
~Yeremia 17:5~
Firman ini memberi pengertian yang mendalam bagi Angelia untuk hidup berjalan bersama Tuhan, dan sama sekali tidak mengandalkan kekuatannya sendiri atau kemapanan yang diberikan keluarganya sejak ia masih kanak-kanak.

Hari itu Angelia menyerahkan seluruh hidup dan cita-citanya kepada Tuhan. Ia berkomitmen untuk mengarahkan hidupnya kepada tujuan penciptaannya, yaitu untuk melayani Tuhan sesuai dengan panggilan hidupnya.

Sering kali ketika berada di titik nadir kehidupan, seseorang rela memberikan porsi yang lebih besar kepada Tuhan sebagai Pencipta dan Bapanya.

Ketika Musa berada di titik nadir kehidupannya di padang gurun, di mana kemampuannya di bidang politik dan militer yang pernah didapatnya sebagai putra angkat Firaun sudah tidak diperhitungkan, Tuhan menyatakan panggilan-Nya bagi Musa.

Titik nadir bisa menjadi titik balik bagi kehidupan seseorang untuk mencapai hidup yang bermakna. Memang tidak enak ketika kita sedang berada di titik nadir kehidupan, tetapi setelah melalui titik itu dengan baik, kita mendapat pelajaran yang berarti dan menemukan makna hidup yang sebenarnya.

Setelah melewati titik nadir dalam kehidupan, akal budi kita akan mengalami pembaruan, pikiran kita menjadi selaras dengan pikiran Tuhan sehingga hidup kita akan memberi buah yang lebat dan manis.

-----

Kata-kata bijak:
Ketika kehendak Tuhan menjadi kehendak kita, saat itulah kita menjadi semakin serupa dengan Dia.

* * *

Sumber: Manna Sorgawi, 13 September 2010 (diedit seperlunya)

Di-online-kan oleh Paulus Herlambang.

==========

08 Agustus 2010

Tetap Tegar dan Berkarya

Franklin D. Roosevelt berkata, “Tak seorang pun dapat membuat anda rendah diri tanpa persetujuan anda.” Artinya, sekuat apa pun musuh atau intimidasi yang datang dari luar diri, tidak dapat membuat kita “pingsan” jika kita memutuskan untuk tetap tegar dan keluar sebagai pemenang.

Arthur Ashe yang lahir pada 10 Juli 1943 adalah petenis dari Amerika. Ia mulai bermain tenis sejak usia enam tahun. Pada September 1968 ia menjadi juara US Open Tennis Championship, dan pada 5 Juli 1975 memenangi gelar tunggal di Wimbledon. Ashe adalah keturunan Afrika-Amerika pertama yang banyak memenangi turnamen kelas dunia.

Tahun 1979 Ashe terkena serangan jantung yang mengharuskannya menjalani operasi bypass. Kemudian tahun 1983 ia menjalani operasi otak, dan setelah dua kali operasi ia dinyatakan terinfeksi HIV melalui transfusi darah yang diterimanya.

Ashe tidak menyerah pada penyakit yang dideritanya, 1992 ia mendirikan Yayasan AIDS. Yayasan ini menyediakan perawatan bagi penderita AIDS sekaligus mempromosikan riset mengenai AIDS di seluruh dunia. Ashe mengumpulkan para petenis profesional untuk menggalang dana dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan penyakit AIDS.

Saat meninggal, jasad Ashe sempat disemayamkan di gubernuran Virginia. Beberapa waktu kemudian di stadion National Tennis Center, di Flushing Meadows, New York, didirikan patung untuk menghormati tokoh yang tegar ini.

Sebelum Ashe meninggal, seorang penggemar menulis surat kepadanya, “Mengapa Tuhan memilihmu untuk menderita penyakit itu?”

Ashe menjawab, “Di dunia ini ada 50 juta anak yang ingin bermain tenis. Dari 5 juta orang yang bisa belajar bermain tenis, 500 ribu orang belajar menjadi pemain tenis profesional, 50 ribu datang ke arena untuk bertanding, 5 ribu mencapai turnamen, 50 orang berhasil sampai ke Wimbledon, 4 orang ke semi final, 2 orang berlaga di final. Dan ketika saya mengangkat trofi Wimbledon, saya tidak pernah bertanya kepada Tuhan, mengapa harus saya? Jadi sekarang ketika sakit, seharusnya saya juga tidak bertanya kepada Tuhan, mengapa harus saya?”

Orang yang terbaring sakit sesungguhnya tidak akan pernah tergeletak jika jiwanya tetap berdiri tegak di dalam dirinya. Bagaimana kita bisa kuat dan berbuah seperti Ashe ketika pencobaan hidup berupaya mengempaskan kita? Berdirilah di dalam Tuhan dan tinggallah di dalam Dia. Orang yang tidak berdiri di dalam Tuhan akan membiarkan penyakit yang ringan ataupun kronis, kesulitan serta kegagalan yang kecil ataupun besar membuatnya tergeletak.

-----

Kata-kata bijak:
Orang yang beriman akan tetap teguh, bahkan berkarya di dalam keadaan yang sangat terbatas.

* * *

Sumber: Manna Sorgawi, 8 Agustus 2010 (diedit seperlunya)

Judul asli: Tinggal di dalam Dia

Di-online-kan oleh Paulus Herlambang.

==========

16 Mei 2010

Mengucap Syukur

Suatu sore saya datang ke penjual buah untuk membeli mangga. Keinginan mendapatkan buah mangga timbul seketika setelah melihat resep es buah yang menggunakan buah mangga dan stroberi. Saya ingin segera mempraktikkan resep tersebut.

Penjual pertama yang saya temui berkata, “Wah... sekarang bukan musim mangga lagi, Bu. Sudah ganti jeruk.”

Saya mencoba bertanya kepada penjual kedua, siapa tahu masih ada mangga terakhir yang tersisa setelah berganti musim jeruk, demikian pikir saya.

Sambil bercanda penjual itu berkata, “Hari gini masih cari mangga Bu? Tuhan tahu kok kalau manusia itu cepat bosan, makanya sekarang ganti musim jeruk.”

Jawaban tukang buah tersebut membuat saya tertawa. Tetapi dalam perjalanan pulang saya mulai berpikir tentang pergantian musim buah. Saya semakin melihat betapa baik, ajaib dan kreatifnya Tuhan. Ia menciptakan aneka pohon yang menghasilkan buah, bahkan mengatur musimnya bergantian.

Musim mangga berlalu diganti dengan musim jeruk, musim jeruk berlalu diganti dengan musim buah-buahan yang lain. Ini merupakan bukti kasih Tuhan kepada manusia, sesuatu yang sederhana namun sering kali kita lupa untuk mensyukurinya.

Kita terbiasa hanya bersyukur untuk hal-hal yang besar atau sesuatu yang spektakuler, yang kita alami. Padahal banyak sekali kejadian sehari-hari di mana kita bisa melihat kasih Tuhan di dalamnya dan bersyukur untuk hal itu.

Orang Yahudi mempunyai kebiasaan untuk selalu mengucap syukur atas apa yang mereka nikmati. Misalnya, ketika hendak minum anggur, ketika melihat matahari terbit, ketika anak mereka baru pertama kali berjalan, dan untuk apa saja yang hendak mereka lakukan; umumnya ada ucapan syukur yang mereka naikkan kepada Tuhan.

Ucapan syukur untuk buah pohon yang akan mereka makan berbunyi demikian, “Terpujilah Engkau, sumber segala kehidupan. Pencipta buah dari pohon.”

Ini merupakan kebiasaan baik yang patut kita teladani. Di dalam ucapan syukur terkandung rasa terima kasih dan penghargaan kepada Sang Pencipta yang telah menciptakan langit bumi dan segala isinya.

Mari kita jadikan ucapan syukur sebagai gaya hidup. Jika kita jeli melihat, maka kita akan selalu menemukan alasan untuk bersyukur kepada Tuhan daripada mengeluh sepanjang hari. Kesehatan, tempat tinggal, pakaian, makanan, pekerjaan, teman hidup, anak-anak, orangtua, dll., semuanya patut disyukuri.

Jika kita tidak belajar mengucap syukur untuk hal-hal yang baik, bagaimana mungkin kita bisa bersyukur ketika Tuhan mengizinkan kejadian buruk terjadi dalam hidup kita? Mulailah bersyukur sejak kita bangun di pagi hari, maka hari-hari yang kita lalui akan terasa indah.

-----

Kata-kata bijak:
Ucapan syukur adalah kebiasaan orang-orang yang tahu berterima kasih kepada Tuhan.

* * *

Sumber: Manna Sorgawi, 16 Mei 2010 (diedit seperlunya)

Di-online-kan oleh Paulus Herlambang.

==========

31 Maret 2010

Menjadi Berkat Bagi Orang Lain

Seorang wanita cantik yang mengenakan pakaian mahal mendatangi seorang psikiater dengan segudang keluhan. Intinya, dia merasa hidupnya hampa. Mendengar itu si psikiater berkata, “Saya akan menyuruh Mery ke sini untuk menceritakan kepada anda bagaimana dia menemukan kebahagiaan. Saya ingin anda mendengarnya.”

Psikiater itu memanggil Mery, seorang wanita tua yang bekerja sebagai cleaning service di kantornya. Mendengar panggilan itu Mery meletakkan gagang sapunya dan setelah dipersilakan, ia duduk di kursi sambil berkisah, “Suamiku meninggal akibat malaria. Tiga bulan kemudian anak tunggalku tewas dalam sebuah kecelakaan. Aku tidak punya siapa-siapa, aku kehilangan segalanya. Aku tidak bisa tidur, tidak bisa makan, tidak pernah tersenyum kepada siapa pun, bahkan berpikir untuk mengakhiri hidupku saja.”

“Di suatu sore, seekor anak kucing mengikutiku saat aku pulang. Waktu itu cuaca di luar dingin. Karena kasihan, aku memutuskan membiarkan anak kucing itu masuk ke rumah dan memberinya susu. Setelah kenyang, anak kucing itu bermanja-manja di kakiku. Saat itulah untuk pertama kalinya aku bisa tersenyum kembali. Sesaat kemudian aku berpikir, jika membantu seekor anak kucing saja bisa membuatku tersenyum, aku pasti akan bahagia jika melakukan sesuatu bagi orang lain.”

“Di hari berikutnya aku membawa beberapa biskuit untuk diberikan kepada tetangga yang terbaring sakit di tempat tidur. Tiap hari aku mencoba melakukan sesuatu yang baik kepada setiap orang dan hal itu membuatku bahagia. Ya, tatkala melihat orang lain bahagia aku pun menjadi bahagia. Aku tahu banyak orang yang bisa tidur dan makan lebih baik dariku, tetapi aku telah menemukan kebahagiaan ketika aku memberi dalam keterbatasanku.”

Ketika si wanita kaya mendengarkan penuturan wanita yang sangat sederhana itu, butiran-butiran air bening mengalir di pipinya. Dia memiliki segala sesuatu yang bisa dibeli dengan uang, namun kehilangan kebahagiaan yang tidak bisa dibeli dengan uang.

Kalau kita sibuk menghitung berkat, sibuk bersyukur atas berkat-berkat Tuhan, dan terus menjadi berkat, apakah akan masih ada waktu untuk bersungut-sungut?

Izaak Walton berkata, “Tuhan hanya berdiam di dua tempat: di surga dan di hati orang yang tahu bersyukur.”

Bersyukurlah, karena setiap hari Tuhan memberi kita kesempatan untuk mengecap dan merenungkan segala kebaikan-Nya. Saat kita merenungkan semua kemurahan hati-Nya, maka hati kita akan tergerak untuk menjadikan hidup kita berharga dan berguna. Kita akan terpacu untuk berbuat sesuatu yang menjadikan kita paket berkat bagi sesama.

Orang yang paling malang di dunia adalah orang yang kehilangan kesempatan untuk bersyukur atas segala berkat yang Tuhan berikan dan tidak pernah mengalami kebahagiaan dengan menjadi berkat bagi orang lain. Apakah kita akan menjadi orang yang malang atau orang yang beruntung, keputusannya ada di tangan kita masing-masing.

-----

Kata-kata bijak:
Memiliki segala sesuatu belum tentu mendatangkan kebahagiaan, dengan memberi kita bisa menemukannya.

* * *

Sumber: Manna Sorgawi, 31 Maret 2010 (diedit seperlunya)

Di-online-kan oleh Paulus Herlambang.

=======

25 Maret 2010

Mendengar Suara Tuhan

Jangan pernah abaikan bisikan lembut di hati anda, karena anda tidak tahu ke mana suara itu menuntun anda!

Sebagai guru origami (seni melipat kertas ala Jepang), Art Beaudry diminta untuk mewakili sekolahnya pada sebuah pameran yang diadakan di sebuah mal besar di Milwaukee. Ia berencana akan membawa seratus pasang burung bangau dari kertas yang sudah dilipatnya untuk dipamerkan kepada pengunjung.

Sebelum harinya, sesuatu yang aneh terjadi di mana ada suara yang berkata kepadanya untuk mencari kertas berwarna emas dan membuat origami burung bangau dari kertas tersebut. Suara tersebut mendesaknya berkali-kali agar Art benar-benar melakukannya, hingga akhirnya ia menemukan kertas berwarna emas pada tumpukan kertas di rumahnya.

“Kenapa saya harus melakukan ini?” tanyanya dalam hati. Art tidak pernah lagi membuat origami dari kertas warna emas, karena tingkat kesulitannya lebih tinggi daripada kertas biasa. “Kenapa harus kertas ini?” Art menggerutu.

Suara itu terus terdengar, “Lakukanlah dan berikan itu kepada seseorang.” “Siapa orang tersebut?” tanyanya. “Kau akan tahu yang mana,” jawabnya.

Malam itu Art membuat origami burung bangau yang sangat indah dari kertas warna emas. Ia menaruhnya dalam sebuah kotak dan meletakkan kotak tersebut dalam kumpulan origami bangau lainnya.

Ketika hari pameran tiba, banyak sekali orang yang datang ke stan-nya. Kemudian ada seorang wanita berdiri di depannya. “Apakah ini orang yang dimaksud?” bisik Art.

Sementara memandang wanita itu, tangannya meraih kotak berisi origami bangau dari kertas warna emas. Art memberikannya kepada wanita tersebut seraya berkata, “Saya tidak tahu mengapa, tetapi suara itu menyuruh saya memberikan ini kepada anda. Bangau adalah simbol kedamaian,” kata Art singkat.

Wanita itu tidak berkata apa-apa, tapi tangannya menyentuh dan mengelus-elus origami kertas tersebut dengan air mata yang mulai mengalir di wajahnya.

Akhirnya, wanita itu menarik napas dan berkata, “Suami saya meninggal tiga minggu yang lalu. Ini adalah hari pertama saya keluar rumah. Dan hari ini…,” ia menyeka air matanya sebelum meneruskan kata-katanya.

Lalu dengan suara tersendat ia melanjutkan, “Hari ini adalah ulang tahun emas pernikahan kami. Terima kasih banyak untuk hadiah yang indah ini. Saya tahu sekarang bahwa suami saya ada dalam kedamaian. Suara yang anda dengar itu adalah suara Tuhan dan hadiah yang indah ini adalah hadiah dari-Nya. Terima kasih karena anda telah mendengarkan suara Tuhan dalam hatimu.”

Sejak saat itu, Art belajar untuk lebih peka lagi ketika Tuhan berbicara dalam hatinya.

Sebagai orang percaya kita perlu melatih kepekaan kita terhadap suara Tuhan. Jangan abaikan ketika suara itu datang, karena mungkin saja Tuhan sedang memakai kita untuk menjadi berkat bagi orang lain, atau untuk melakukan sesuatu bagi-Nya.

* * *

Sumber: Manna Sorgawi, 25 Maret 2010 (diedit seperlunya)

Di-online-kan oleh Paulus Herlambang.

=======

08 Februari 2010

Kebahagiaan Sejati

Kebahagiaan adalah sesuatu yang dikejar oleh semua orang. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kebahagiaan sebagai "kesenangan, ketenteraman hidup, keberuntungan atau kemujuran yang bersifat lahir batin".

Sebenarnya ketika bekerja, bersantai ataupun melayani, kita sedang mengejar kebahagiaan. Kebahagiaan dapat digolongkan dalam tiga macam:

Pertama, kebahagiaan lahiriah (physical happiness). Kebahagiaan lahiriah diperoleh ketika seseorang bisa memiliki materi yang ia inginkan. Semakin banyak materi yang bisa dikumpulkan, semakin ia merasa puas. Materi yang dimaksudkan bisa dalam bentuk uang, rumah, mobil, usaha, penampilan fisik yang indah, atau benda-benda lainnya.

Kebahagiaan lahiriah paling banyak dikejar orang. Perhatikan saja bagaimana orang berlomba-lomba untuk bisa memiliki rumah, mobil atau henpon keluaran terbaru. Para wanita merasa puas jika bisa mengenakan perhiasan, baju, tas, atau sepatu bermerek.

Kedua, kebahagiaan emosional (emotional happiness). Kebahagiaan emosional dirasakan seseorang ketika ia menerima pujian, penghargaan, pengakuan, tepukan tangan, atau ketenaran. Maka tidak heran mengapa begitu banyak orang yang ingin dihormati, ingin dipuji, dan ingin diakui. Semua ini membawa kepuasan tersendiri di dalam diri manusia.

Memiliki kebahagiaan lahiriah maupun kebahagiaan emosional merupakan hal yang wajar, tetapi menjadi tidak wajar jika kita begitu terobsesi untuk mengejar keduanya, sehingga melupakan apa yang paling penting dalam hidup kita.

Lebih menyedihkan lagi jika kita menghalalkan semua cara untuk memperoleh kepuasan lahiriah maupun kepuasan emosional. Mengejar secara berlebihan kedua jenis kebahagiaan ini sering kali berujung pada kekecewaan, karena pada dasarnya manusia tidak pernah puas. Lihat saja bagaimana akhir cerita beberapa caleg yang gagal terpilih. Ada yang stres, ada juga yang bunuh diri.

Ketiga, kebahagiaan rohani (spiritual happiness). Jenis kebahagiaan ini diperoleh ketika kita taat melakukan kehendak Tuhan.

Kebahagiaan rohani dapat disebut sebagai kebahagiaan sejati, yaitu jenis kebahagiaan yang lahir dari hubungan seseorang dengan Tuhan dan kepatuhan terhadap firman-Nya.

Jika kebahagiaan lahiriah dan kebahagiaan emosional mendorong kita untuk menerima, maka kebahagiaan rohani mendorong kita untuk memberi. Kebahagiaan rohani tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat materi atau kondisi yang kita alami.

Entah kita memiliki berkat materi yang banyak atau sedikit, sehat atau sakit, dihormati atau diremehkan, kebahagiaan itu selalu ada di dalam hidup kita.

-----

Doa:
Tuhan, jangan biarkan hatiku melekat pada materi dan kepuasan emosional lainnya. Aku ingin mengejar kepuasan yang lahir dari ketaatan pada firman-Mu. Amin.

Kata-kata bijak:
Orang yang berbahagia bukanlah orang yang berada dalam situasi tertentu, tetapi yang memiliki sikap tertentu.

* * *

Sumber: Manna Sorgawi, 8 Februari 2010 (diedit seperlunya)

Di-online-kan oleh Paulus Herlambang

=======


Artikel Terbaru Blog Ini