04 Januari 2013

Jadah dan Tempe Bacem

Di Kaliurang, dingin dan lapar, dalam sebuah acara di lereng Gunung Merapi itu, saya bersama istri sungguh beruntung. Pagi itu, entah dingin yang membuat kami lapar, atau lapar yang membuat kami kedinginan. Itu tidaklah penting, karena kami sudah menemukan “pengganjal” perut yang nikmat: jadah dan tempe bacem.

jadah dan tempe bacem

Makanan itu jarang sekali kami temukan di pasar tradisional di Jakarta, terlebih di mal. Melahap jadah hangat dan tempe bacem yang legit sungguh nikmat.

Lama sekali kami tidak menikmati makanan ini, dalam arti tidak setiap saat kami bisa menikmatinya. Apakah hati kita yang telah lama tidak menyantap firman Tuhan dan berdoa, juga akan merasakan nikmat yang sama?

Seberapa sering kita berdoa? Sesering kita makan mi instan-kah? Ah, ini bukan pertanyaan yang meledek! Tetapi memang benar, ada banyak di antara kita yang lebih sering makan mi instan setiap hari ketimbang berdoa.

Tiada hari tanpa mi instan. Inilah pertanda bahwa selera kita sudah begitu lengket dengan mi instan. Ya, mi instan memang praktis dan cocok untuk situasi mendesak.

mi instan

Anak-anak yang akan berangkat sekolah, praktisnya makan mi instan. Kita bergegas mau ke kantor, ya sarapan mi instan. Bahkan bantuan tercepat saat darurat bencana alam, pilihannya juga mi instan!

Nah, bagaimana dengan doa? Apakah doa itu pilihan praktis dalam keseharian kita? Apakah doa mengenyangkan rasa lapar kita? Rasa lapar kita akan hati yang teduh. Rasa lapar kita untuk mengalami damai sejahtera Tuhan. Rasa lapar kita bercengkerama dengan Tuhan yang senantiasa memelihara hati dan pikiran kita.

Doa sesungguhnya sangat praktis saat kita terdesak dalam kesulitan dan kepahitan hidup. Saat kita sedang sakit, sedih, dan menderita. Doa juga mengenyangkan saat kita “terdesak ke atas”, di mana kita sedang bahagia, sukses, sehat, dan banyak berkat.

Janganlah kita khawatir tentang apa pun, tetapi nyatakanlah segala keinginan kita kepada Tuhan dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.

Kini saatnya menjadikan doa sebagai pilihan praktis kita, yang bisa memenuhi kebutuhan kita sehari-hari. Jadikanlah doa benar-benar meresap ke dalam selera kita, berdoalah setiap saat.

Adakalanya kita tidak bisa rutin beribadah. Tidak setiap hari bisa membaca firman Tuhan. Kita juga tidak bisa setiap saat berdoa. Kesibukan membelenggu kita. Kita terlilit kekecewaan yang mendalam. Kita tercekik kesedihan yang meruyak hati.

Itu semua membuat kita marah, protes, berontak, dan menggugat Tuhan. Itu semua membuat kita tak bisa lagi berdoa, dan enggan beribadah.

Tidakkah itu membuat hati kita dingin dan lapar? Apa pun yang membuat kita dingin dan lapar, bereskanlah setiap kegalauan hati itu.

Tuhan ada di bilik hati kita yang terdalam. Berdoalah, tetaplah berdoa! Doa-doa kita akan menghangatkan hati kita. Doa-doa kita akan memuaskan rasa lapar kita akan Tuhan. —Agus Santosa

Iblis tersenyum ketika kita membuat rencana. Ia tertawa ketika kita menjadi terlalu sibuk. Namun, ia gemetar ketika kita berdoa. ~Corrie ten Boom

* * *

Sumber: KristusHidup.org, 4/1/2013 (diedit seperlunya)

==========


Artikel Terbaru Blog Ini