29 Januari 2013

Meminta Hikmat

Seorang pemain golf profesional baru saja membuat pukulan bagus. Sayang, bolanya masuk ke sebuah kantong kertas pembungkus makanan yang dibuang sembarangan.

Menurut peraturan, jika ia sengaja mengeluarkan bola itu, maka ia akan mendapat hukuman. Namun kalau ia memukul bola bersama kantong kertas itu, ia tidak mungkin dapat memukul dengan baik.

Si pemain pun berpikir sejenak untuk mendapat hikmat. Tak lama kemudian, ia mengambil korek api dari sakunya dan membakar kantong kertas tadi. Sesudah itu, ia dapat memukul bola golf itu lagi dengan pukulan terbaiknya.

mencari hikmat

Dalam perjalanan hidup ini, kerap kita menjumpai peristiwa yang tak terduga dan belum pernah kita alami. Sebagian di antaranya bisa jadi berupa ujian yang berat – baik dalam berkeluarga, membesarkan anak, bekerja, bergaul, melayani Tuhan, dan banyak aspek lain lagi.

Kita membutuhkan hikmat untuk menghadapinya. Namun, dalam kondisi sulit, wawasan dan pengalaman kita bisa terasa tak cukup. Di manakah kita dapat memperoleh hikmat agar dapat memilih sikap dan tindakan yang tepat?

Sebuah nasihat bijak mengatakan bahwa bila kita merasa kekurangan hikmat, kita boleh memintanya kepada Tuhan. Asal kita memintanya dengan iman, Dia akan memberikan hikmat itu tanpa syarat.

Dia akan memberi kita hikmat praktis untuk mengatasi kesulitan kita. Dia akan memberi kita hikmat untuk dapat melihat sebuah keadaan sebagaimana Tuhan melihatnya, sehingga kita tahu bagaimana bersikap secara tepat bagi setiap pribadi dan dalam setiap situasi. —Agustina Wijayani

Lihatlah masalah dari cara Tuhan melihat, maka masalah itu takkan tampak sesulit ketika ia pertama kali terlihat.

* * *

Sumber: e-RH, 29/1/2013 (diedit seperlunya)

==========

27 Januari 2013

Jalan Terjal

Saya membaca kisah menggelitik ini di blog seorang teman. Ia menuturkan bahwa dulu ketika jalan Trans Kalimantan sedang dibangun dan kondisinya masih berantarakan, nyaris tidak pernah terdengar adanya kasus kecelakaan di situ.

Namun kini, ketika jalan tersebut sudah mulus tanpa lubang, ia kerap mendengar kabar tentang orang yang meninggal sia-sia karena kecelakaan di jalan raya tersebut.

Kenyamanan yang tersedia bisa jadi justru membuat pengemudi lengah, mengantuk, atau kurang konsentrasi dalam mengemudikan kendaraan.

Saya kadang-kadang secara diam-diam menganggap Tuhan kejam karena Dia menuntun saya melewati jalan yang sama sekali tidak menyenangkan. Jalan yang terjal, penuh lubang, kelokan, dan kerikil tajam.


Tak jarang saya berharap agar Tuhan menuntun saya melalui hamparan rumput dengan bebungaan yang elok dan pepohonan yang teduh. Namun Tuhan justru membawa saya melalui jalur yang tandus dan gersang.

Saya mengeluh karena tidak mengerti maksud-Nya di balik perjalanan tersebut. Pernahkah Anda merasakan hal yang sama?

Tuhan memiliki jutaan misteri yang tak terselami dalam karya dan pemikiran-Nya. Namun, kita dapat meyakini bahwa segala perbuatan-Nya tentu berdasarkan kasih-Nya dan demi kebaikan kita.

Ia melindungi kita dari kelengahan, mencegah kita melakukan kebodohan, juga menyiapkan berkat yang dapat kita nikmati dengan penuh kepuasan.

Tuhan menyertai kita sepanjang perjalanan, menghibur, dan menguatkan kita dalam menghadapi tantangan. —Riris Ernaeni

Meskipun harus menghadapi perjalanan yang sukar, penyertaan Tuhan membuat hati kita tenang.

* * *

Sumber: e-RH, 27/1/2013 (diedit seperlunya)

==========

26 Januari 2013

Proses Pertumbuhan

Bagi seorang bayi, makanan yang paling baik adalah air susu ibu. Pada saat itu ia belum mampu mencerna makanan yang keras. Ada beberapa bagian tubuhnya yang belum mampu mencerna makanan dengan sempurna. Bila tetap dipaksakan mengonsumsi makanan yang keras, bayi itu bisa sakit sehingga proses pertumbuhannya terganggu.

Ketika usianya semakin bertambah, secara bertahap diberi asupan makanan selain susu sampai akhirnya ia disapih. Seiring dengan pertumbuhannya, tubuhnya semakin siap dan mampu mencerna makanan keras dengan baik.


Dalam kehidupan sehari-hari, kadang-kadang kita menemukan orang yang tidak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat. Ia masih terus melakukan tindakan kurang terpuji dalam hidupnya, bahkan melenceng jauh dari jalan Tuhan. Kondisi seperti ini menunjukkan keadaan seseorang yang terhambat pertumbuhan rohaninya.

Pertumbuhan rohani memang tidak terjadi secara otomatis. Perlu latihan. Latihannya adalah dengan belajar menerapkan dan menaati firman Tuhan, sehingga secara bertahap kita semakin tajam mengenali hal-hal yang baik dan yang jahat.

Sikap terbuka untuk belajar dan senantiasa siap diperbarui oleh firman-Nya merupakan lahan yang baik bagi pertumbuhan rohani. Semakin kita bertumbuh, kita akan semakin menyerupai Pencipta kita dalam karakter, dan buahnya akan semakin nyata dalam kehidupan kita.

Marilah kita menilik kondisi kita masing-masing dengan saksama. Apakah indra kita semakin peka dalam mengenali jalan Tuhan dan kita semakin sigap dalam menaatinya? —Wahyu Barmanto

Semakin dewasa pertumbuhan rohani kita, semakin peka kita dalam mengikuti jalan kebenaran.

* * *

Sumber: e-RH, 26/1/2013 (diedit seperlunya)

Judul asli: Latihan Bertumbuh

==========

23 Januari 2013

Penantian Panjang

Kim dan Krickitt Carpenter berkendara menuju Arizona untuk merayakan Thanksgiving. Malapetaka tak dapat ditolak, mereka mengalami kecelakaan. Krickitt (sang suami) mengalami koma selama empat bulan.

Ketika sadar kembali, ia kehilangan memorinya. Bahkan kenangan pernikahannya selama dua tahun dengan Kim pun terhapus sama sekali. Butuh waktu tiga tahun baginya untuk dapat memiliki hubungan emosional lagi dengan istrinya.

Sebuah penantian yang panjang bagi Kim. Penantian untuk dirindukan, dicintai, dan diterima kembali oleh sang suami. Kisah nyata ini akhirnya diangkat menjadi film dengan judul The Vow.


Tuhan juga merindukan kita untuk menantikan Dia. Dia menantikan Anda berseru dan menunggu pertolongan-Nya. Dia menginginkan agar Anda mengenali-Nya setiap waktu, menunjukkan jalan yang lurus bagi Anda, dan menguduskan hidup Anda dari kecemaran.

Dia siap sedia untuk mencukupi segala kebutuhan Anda, dan memulihkan Anda sepenuhnya.

Namun, kita perlu menantikan dengan setia hingga waktu-Nya tiba. Tuhan menghendaki, agar kita menantikan Dia bertindak menurut waktu-Nya.

Kita mungkin tergoda untuk mendesak Tuhan, agar mempercepat agenda-Nya. Namun, Tuhan memiliki perhitungan yang melampaui pengertian kita.

Ketidaksabaran kita hanya akan membuahkan kesia-siaan. Jadi, jika Anda sedang menantikan sesuatu dari Tuhan, bertekunlah. Dia tidak akan pernah mengecewakan dan mempermalukan kita. —Martinus Prabowo

Kesediaan kita untuk menanti menunjukkan penghargaan pada Sang Pemberi Janji.

* * *

Sumber: e-RH, 23/1/2013 (diedit seperlunya)

==========

15 Januari 2013

Definisi Kesuksesan

Ada beragam definisi kesuksesan. Bagi sebagian orang, kesuksesan adalah kondisi ketika seseorang sudah memiliki uang dan harta dalam jumlah tertentu. Atau, jika sudah memiliki pengikut setia yang banyak. Atau, jika berhasil menjadi yang terbaik dalam bidang tertentu. Atau, jika sudah memiliki keluarga yang harmonis.

Bermacam definisi ini muncul, tergantung pada tata nilai dan latar belakang seseorang. Namun, secara umum kesuksesan kerap diukur berdasarkan pencapaian atau hasil yang diperoleh.


Definisi kesuksesan bagi Tuhan, khususnya dalam konteks panggilan-Nya kepada Nabi Yesaya, berbeda dengan definisi yang umumnya dipegang oleh manusia.

Yesaya diutus untuk menyampaikan firman Tuhan kepada bangsa Israel. Uniknya, Tuhan sudah mengatakan bahwa Israel tidak akan memedulikan Yesaya. Pelayanan Yesaya akan tidak berbuah. Dengan kata lain, berdasarkan definisi umum, Yesaya akan gagal.

Namun demikian, Tuhan tetap menyuruh Yesaya menjalani panggilan-Nya tersebut dan hanya memintanya untuk setia. Itulah arti kesuksesan bagi Tuhan, yaitu setia kepada panggilan-Nya sampai akhir, bagaimanapun beratnya situasi.

Definisi kesuksesan ini penting kita miliki dalam menjalani hidup. Tuhan tidak menuntut kita memiliki pencapaian yang spektakuler. Atau, tampak terpandang di mata orang. Karenanya, jangan malu kalau kita tampak "kalah" berprestasi dibandingkan orang lain.

Jangan pula tergoda mengambil jalan pintas yang tidak sesuai dengan firman-Nya, hanya agar dipandang berhasil oleh dunia. Melainkan, berusahalah dinilai sukses oleh Tuhan dengan terus berusaha setia kepada panggilan-Nya. —ALS

Bagi Tuhan kesuksesan kita terutama diukur dari kesetiaan kita.

* * *

Sumber: e-RH, 14/4/2011 (diedit seperlunya)

Judul asli: Kesuksesan

==========

10 Januari 2013

Mukjizat Kentang

Dalam Faith Like Potatoes (Iman Seperti Kentang), Angus Buchan dan ribuan warga berkumpul di Stadion King Parks, Durban, Afrika Selatan, berdoa meminta hujan turun.

Semula Angus adalah seorang petani jagung dan peternak, namun ia memutuskan untuk menanam kentang. Ia sudah diperingatkan, tidak bisa bertanam kentang tanpa pengairan yang cukup.

Nyatanya, selama empat bulan hujan tak kunjung turun. Angus bisa saja geram dan patah semangat, namun ia memilih untuk tetap percaya.

Suatu hari ia meminta Simeon Bhengu, orang kepercayaannya, agar menyiapkan pegawai mereka untuk memanen ladang. Ia berdoa dan mengucap syukur atas panen hari itu – tanpa ia tahu kentangnya tumbuh atau tidak.

Ternyata, mereka memanen kentang berukuran besar-besar! Angus bersukacita dan warga setempat menyaksikan keajaiban Tuhan. Ah, siapa menduga bahwa Tuhan memiliki cara lain untuk menumbuhkan kentang?


Cara berpikir kita kerap tidak selaras dengan cara berpikir Tuhan. Rencana Tuhan sering tak terselami oleh daya pikir kita yang terbatas. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi esok. Hal itu dapat membangkitkan kekhawatiran, namun dapat pula memperkuat iman kita.

Ya, ketika menghadapi jalan buntu, maukah kita terus berdoa dan berusaha dengan tetap percaya bahwa Tuhan tidak akan pernah mengecewakan kita? Yakinkah kita bahwa, sekalipun keadaan tampak buruk, Tuhan sedang mengerjakan sesuatu yang baik?

Jawaban Tuhan mungkin tidak senantiasa ajaib seperti pengalaman Angus, namun rencana-Nya pasti mendatangkan kesejahteraan bagi kita. —IST

Kita memerlukan iman seperti kentang: iman yang sederhana, nyata, dan mampu menopang kita dalam kehidupan sehari-hari. ~Peter Marshall

* * *

Sumber: e-RH, 10/1/2013 (diedit seperlunya)

==========

09 Januari 2013

Tuhan Turut Bekerja

“Untung banjir di rumah saya cuma semata kaki, kalau lebih tinggi lagi tidak terbayang, pasti sudah habis semua.” “Untung tadi cuma nabrak becak, kalau nabrak truk bagaimana, mungkin sudah tinggal nama.”

Bahkan ketika ada seseorang yang kecelakaan dan meninggal dunia, masih saja banyak orang yang berkata, “Untung meninggal, kalau tidak tentu cacat seumur hidup.”

Begitulah konon bagi orang Indonesia, semuanya serba untung. Ini adalah sebuah sikap yang baik, sikap yang penuh dengan keoptimisan dan rasa syukur yang mendalam.

Tentu bagi kita, orang-orang beriman, ada alasan yang lebih baik mengapa kita selalu saja bersyukur. Bukan hanya kerena kita tidak mengalami kejadian yang lebih parah, namun karena kita yakin dan percaya bahwa di dalam segala sesuatu Tuhan turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan.

Namun, mungkin ada di antara kita yang bertanya, “Apanya yang baik?” Peristiwa kesusahan atau musibah kok dibilang mendatangkan kebaikan?

Mari kita renungkan bersama, apa ada kebaikan di balik musibah? Oh tentu saja ada! Mungkin supaya kita lebih berserah kepada Tuhan, tidak cuma mengandalkan harta atau kemampuan kita.

Mungkin supaya kita lebih peka terhadap sesama yang menderita. Selama ini mungkin kita hanya sering mendengar orang mengungsi dari rumahnya karena banjir, gempa, atau bencana alam yang lain. Hanya sekadar mendengar, tetapi kita tidak mengalaminya sendiri.

Beberapa waktu yang lalu, saya harus terbaring lemah di sebuah rumah sakit, karena saya harus menjalani suatu operasi. Pada saat itu saya sempat bertanya kepada Tuhan, “Tuhan, mengapa di saat saya sedang giat-giatnya melakukan pelayanan, kok saya malah sakit seperti ini?”


Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, saya mendapatkan sebuah pelajaran, bahwa hal tersebut baik untuk saya. Mengapa? Sebab sebagai seorang hamba Tuhan, yang salah satu tugasnya berkunjung ke rumah-rumah orang yang sakit, saya harus dapat berempati kepada mereka.

Dahulu sebelum saya sakit, mungkin saya hanya sekadar melihat dan bersimpati. Tetapi saat ini saya sudah mengalaminya sendiri bagaimana rasanya sakit, dan harus terbaring di rumah sakit selama beberapa hari, sehingga jika saya mengadakan perkunjungan ke orang-orang yang sakit, tentu empatinya akan lebih dalam lagi.

Selain itu, melalui peristiwa yang tidak mengenakkan kita, sebetulnya Tuhan ingin memperlihatkan berkat dan mukjizat-Nya bagi kita. Biasanya orang baru bisa merasakan nikmatnya makan setelah merasa kelaparan. Bisa merasakan nikmatnya manis setelah kita merasakan pahit, atau merasakan betapa penting dan berharganya sehat setelah mengalami sakit penyakit.

Coba kita bayangkan, seandainya hidup kita dipenuhi rasa manis terus, beruntung terus, berkecukupan terus, atau sehat terus; tentu semua itu kita rasakan biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa. Alhasil dalam hidup ini kita akan sulit mengungkapkan rasa syukur kita.

Untuk itulah, kita perlu mengamini bahwa di dalam segala sesuatu, termasuk juga di dalam penderitaan, Tuhan turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi kita. —Pdt. David Nugrahaning Widi

Sesungguhnya di balik segala sesuatu, termasuk musibah, terdapat hikmah dan pelajaran bagi mereka yang bersabar dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan.

* * *

Sumber: KristusHidup.org, 9/1/2013 (diedit seperlunya)

Judul asli: Allah Turut Bekerja

==========

04 Januari 2013

Jadah dan Tempe Bacem

Di Kaliurang, dingin dan lapar, dalam sebuah acara di lereng Gunung Merapi itu, saya bersama istri sungguh beruntung. Pagi itu, entah dingin yang membuat kami lapar, atau lapar yang membuat kami kedinginan. Itu tidaklah penting, karena kami sudah menemukan “pengganjal” perut yang nikmat: jadah dan tempe bacem.

jadah dan tempe bacem

Makanan itu jarang sekali kami temukan di pasar tradisional di Jakarta, terlebih di mal. Melahap jadah hangat dan tempe bacem yang legit sungguh nikmat.

Lama sekali kami tidak menikmati makanan ini, dalam arti tidak setiap saat kami bisa menikmatinya. Apakah hati kita yang telah lama tidak menyantap firman Tuhan dan berdoa, juga akan merasakan nikmat yang sama?

Seberapa sering kita berdoa? Sesering kita makan mi instan-kah? Ah, ini bukan pertanyaan yang meledek! Tetapi memang benar, ada banyak di antara kita yang lebih sering makan mi instan setiap hari ketimbang berdoa.

Tiada hari tanpa mi instan. Inilah pertanda bahwa selera kita sudah begitu lengket dengan mi instan. Ya, mi instan memang praktis dan cocok untuk situasi mendesak.

mi instan

Anak-anak yang akan berangkat sekolah, praktisnya makan mi instan. Kita bergegas mau ke kantor, ya sarapan mi instan. Bahkan bantuan tercepat saat darurat bencana alam, pilihannya juga mi instan!

Nah, bagaimana dengan doa? Apakah doa itu pilihan praktis dalam keseharian kita? Apakah doa mengenyangkan rasa lapar kita? Rasa lapar kita akan hati yang teduh. Rasa lapar kita untuk mengalami damai sejahtera Tuhan. Rasa lapar kita bercengkerama dengan Tuhan yang senantiasa memelihara hati dan pikiran kita.

Doa sesungguhnya sangat praktis saat kita terdesak dalam kesulitan dan kepahitan hidup. Saat kita sedang sakit, sedih, dan menderita. Doa juga mengenyangkan saat kita “terdesak ke atas”, di mana kita sedang bahagia, sukses, sehat, dan banyak berkat.

Janganlah kita khawatir tentang apa pun, tetapi nyatakanlah segala keinginan kita kepada Tuhan dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.

Kini saatnya menjadikan doa sebagai pilihan praktis kita, yang bisa memenuhi kebutuhan kita sehari-hari. Jadikanlah doa benar-benar meresap ke dalam selera kita, berdoalah setiap saat.

Adakalanya kita tidak bisa rutin beribadah. Tidak setiap hari bisa membaca firman Tuhan. Kita juga tidak bisa setiap saat berdoa. Kesibukan membelenggu kita. Kita terlilit kekecewaan yang mendalam. Kita tercekik kesedihan yang meruyak hati.

Itu semua membuat kita marah, protes, berontak, dan menggugat Tuhan. Itu semua membuat kita tak bisa lagi berdoa, dan enggan beribadah.

Tidakkah itu membuat hati kita dingin dan lapar? Apa pun yang membuat kita dingin dan lapar, bereskanlah setiap kegalauan hati itu.

Tuhan ada di bilik hati kita yang terdalam. Berdoalah, tetaplah berdoa! Doa-doa kita akan menghangatkan hati kita. Doa-doa kita akan memuaskan rasa lapar kita akan Tuhan. —Agus Santosa

Iblis tersenyum ketika kita membuat rencana. Ia tertawa ketika kita menjadi terlalu sibuk. Namun, ia gemetar ketika kita berdoa. ~Corrie ten Boom

* * *

Sumber: KristusHidup.org, 4/1/2013 (diedit seperlunya)

==========

02 Januari 2013

Perencanaan yang Berhasil

Memasuki tahun yang baru, pada umumnya kita terdorong untuk membuat perencanaan-perencanaan hidup, yakni apa yang hendak kita lakukan.

Perencanaan, memang telah menjadi salah satu ciri dan kebutuhan dalam kehidupan modern yang sekarang kita jalani ini. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kesibukan dan peristiwa yang harus kita hadapi, baik yang muncul dari diri kita sendiri, maupun dari lingkungan di luar kita.


Supaya sesuatu yang akan kita lakukan dan hadapi dapat berjalan sesuai dengan yang kita inginkan, dan tidak bertabrakan dengan hal-hal lain yang dapat mengacaukan ataupun menggagalkan keinginan kita, maka kita harus mengatur segala sesuatunya secara cermat.

Dengan kata lain, kita perlu dan harus membuat perencanaan untuk semua kegiatan kita itu. Dengan perencanaan yang baik, maka kemungkinan tercapainya keinginan dan kebutuhan kita itu akan lebih besar.

Meskipun demikian, firman Tuhan mengingatkan kita tentang perlunya penyertaan Tuhan dalam segala upaya kita, termasuk perencanaan yang kita buat.

Betapapun baik dan cermatnya perencanaan tentang apa yang hendak dilakukan, tanpa penyertaan dan berkat Tuhan, semuanya itu tidak akan membuahkan hasil yang optimal, bahkan sia-sia.

Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kita adalah makhluk yang tidak sempurna, sehingga pasti tidak akan luput dari kekurangan, kekhilafan, dan kekeliruan.

Selain itu, sebagai orang percaya, segala sesuatu yang kita lakukan itu tidak boleh bertentangan dengan kehendak Tuhan dan hukum-hukum-Nya. Sesuatu yang benar-benar mendatangkan berkat, adalah yang sesuai dengan kehendak Tuhan.

Oleh sebab itu, perencanaan kita hanya akan membuahkan hasil yang diberkati Tuhan, kalau hal itu sudah kita kaji dan sesuaikan dengan hukum-hukum Tuhan. Itulah arti “menyertakan Tuhan” dalam kehidupan dan perencanaan kita. —Pdt. Em. Sutarno

* * *

Sumber: KristusHidup.org, 2/1/2013 (diedit seperlunya)

==========


Artikel Terbaru Blog Ini