14 Desember 2012

Dunia Bukan Rumah Kita

Seorang duta besar diutus ke sebuah negara yang sangat berbeda dari negara asalnya. Berbulan-bulan lamanya ia harus beradaptasi dengan bahasa dan budaya setempat.

Namun, bayangkan jika ia menjadi begitu terpikat dengan nilai-nilai dan tradisi negara tersebut. Lalu ia mulai menganggap negara itu sebagai negaranya sendiri.

Apakah ia masih dapat menjalankan tugasnya sebagai duta besar sebagaimana mestinya? Bisa jadi ia tidak lagi objektif dan tak lagi berpihak pada kebijakan negara asalnya.

Bahaya yang sama bisa terjadi pada orang-orang percaya. Karena tinggal di dalam dunia, hati kita bisa begitu melekat pada berbagai hal di dalamnya.


Di sini kita tidak sedang menuding suatu gaya hidup tertentu, penampilan tertentu, atau kepemilikan harta dalam jumlah tertentu.

Kita sedang berbicara tentang kondisi hati saat umat Tuhan menanggapi apa yang ada di sekitarnya. Kondisi hati yang menganggap bahwa apa yang ditawarkan dunia jauh lebih baik daripada apa yang ditawarkan oleh Tuhan. Anggapan yang keliru!

Dunia yang hanya sekelumit dari ciptaan Tuhan, tidak akan bertahan. Apa yang disediakan Sang Pencipta bagi masa depan umat-Nya jelas jauh lebih baik dan terjamin. Dunia ini bukanlah rumah kita.

Tidak ada salahnya menikmati hal-hal baik yang Tuhan sediakan selama kita hidup di dunia. Namun, entah itu musik, film, teknologi, pakaian, jabatan, atau yang lain, ketika itu mulai menjadi tuntutan hidup, dan kebahagiaan kita bergantung pada terpenuhinya tuntutan tersebut, waspadalah!

Itu berarti kita sedang mengasihi dunia lebih dari Tuhan, dan kita pasti akan kehilangan hal-hal terbaik dari-Nya. —ITA

Kita tidak diutus ke tengah dunia untuk menyerupai dunia, tetapi untuk menunjukkan bahwa Tuhan lebih berharga dari semuanya itu.

* * *

Sumber: e-RH, 14/12/2012 (diedit seperlunya)

==========


Artikel Terbaru Blog Ini