13 September 2010

Titik Nadir

Sore itu, sepulang kantor, saya mengunjungi Angelia, seorang teman yang belum lama saya kenal. Saya ingin membangun persahabatan dengan Angelia. Oleh karena itu, seminggu sebelumnya saya memutuskan untuk meluangkan waktu khusus buatnya, meskipun kegiatan saya cukup padat.

Usia yang tidak terpaut jauh membuat kami nyaman berbincang-bincang tentang kehidupan kami sebagai wanita yang mengerti arti panggilan hidup dan sedang bergerak ke arah hidup yang maksimal.

Saya memang senang mendengar kisah hidup, terutama tentang perjalanan hidup orang yang mau diubahkan untuk mencapai hidup yang memberi dampak.

Angelia adalah wanita terpelajar, tinggal di kompleks yang elit dan hidup dalam kemapanan, tetapi gaya serta penampilannya bersahaja.

Angelia bercerita bahwa dua tahun belakangan dia mengalami pemrosesan yang hebat, di mana dia mengalami sakit yang berat tetapi justru di masa itulah dia mengenal dan mengalami perjumpaan dengan Tuhan.

Ketika sakit itu ia mendapat kesempatan menginap di hotel mewah Ritz Carlton. Meskipun berada di tempat yang mewah, sangat nyaman, dan banyak fasilitas untuk memanjakan diri, tetapi saat itu Angelia merasa tidak ada yang berarti bagi dirinya.

Jiwanya hampa dan dia sadar sedang berada di titik nadir kehidupannya. Sebelum hari berakhir, firman Tuhan menggema di dalam hatinya.
Beginilah firman TUHAN: “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang
mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!”
~Yeremia 17:5~
Firman ini memberi pengertian yang mendalam bagi Angelia untuk hidup berjalan bersama Tuhan, dan sama sekali tidak mengandalkan kekuatannya sendiri atau kemapanan yang diberikan keluarganya sejak ia masih kanak-kanak.

Hari itu Angelia menyerahkan seluruh hidup dan cita-citanya kepada Tuhan. Ia berkomitmen untuk mengarahkan hidupnya kepada tujuan penciptaannya, yaitu untuk melayani Tuhan sesuai dengan panggilan hidupnya.

Sering kali ketika berada di titik nadir kehidupan, seseorang rela memberikan porsi yang lebih besar kepada Tuhan sebagai Pencipta dan Bapanya.

Ketika Musa berada di titik nadir kehidupannya di padang gurun, di mana kemampuannya di bidang politik dan militer yang pernah didapatnya sebagai putra angkat Firaun sudah tidak diperhitungkan, Tuhan menyatakan panggilan-Nya bagi Musa.

Titik nadir bisa menjadi titik balik bagi kehidupan seseorang untuk mencapai hidup yang bermakna. Memang tidak enak ketika kita sedang berada di titik nadir kehidupan, tetapi setelah melalui titik itu dengan baik, kita mendapat pelajaran yang berarti dan menemukan makna hidup yang sebenarnya.

Setelah melewati titik nadir dalam kehidupan, akal budi kita akan mengalami pembaruan, pikiran kita menjadi selaras dengan pikiran Tuhan sehingga hidup kita akan memberi buah yang lebat dan manis.

-----

Kata-kata bijak:
Ketika kehendak Tuhan menjadi kehendak kita, saat itulah kita menjadi semakin serupa dengan Dia.

* * *

Sumber: Manna Sorgawi, 13 September 2010 (diedit seperlunya)

Di-online-kan oleh Paulus Herlambang.

==========


Artikel Terbaru Blog Ini