Arl Weisman mewawancarai 1.036 orang yang telah bercerai untuk meneliti penyebabnya. Ternyata 80% menyatakan bahwa sebelum menikah, sudah muncul keraguan dalam hati mereka untuk bisa bertahan hidup bersama pasangannya.
Ada yang terasa mengganjal di hati. Namun, perasaan itu ditutupi rasa optimistis bahwa sesudah menikah semuanya akan berubah. Atau, sudah telanjur memastikan tanggal pernikahan.
Weisman, dalam bukunya, Serious Doubts (Keraguan Serius) berkata: "Jika Anda sangat ragu menikahi seseorang, jangan nekat! Dengarkan suara hati agar jangan salah jalan."
Hati adalah pusat kehidupan batin. Tempat diolahnya perasaan dan pikiran terdalam. Dari hati muncul penilaian jujur pada diri sendiri. Suara hati membisikkannya kepada kita, terutama jika ada yang tak beres. Kita bisa saja mengabaikannya dan lebih menuruti apa kata orang. Namun, hati akan merana.
Orang bijak tak akan bertindak berdasarkan apa kata orang. Ia akan berhati-hati melangkah; peka mendengar suara hati. Ia tak akan ceroboh mengambil jalan yang disangka lurus. Ia tidak akan menjalaninya sebelum yakin bahwa jalan itu benar-benar lurus.
Salah jalan memang bukan akhir. Tuhan bisa membuat keputusan-keputusan keliru yang kita buat menjadi sesuatu yang berakhir baik. Anda, dengan pertolongan Tuhan, bisa kembali menempuh jalan yang benar. Namun, prosesnya menghabiskan waktu dan tenaga. Menguras pikiran dan perasaan. Anda akan mengalami kesusahan yang tak perlu terjadi.
Jadi, sebelum mengambil keputusan penting, datanglah kepada Tuhan. Mintalah kepekaan untuk mendengar pimpinan-Nya, bahkan lewat suara hati Anda.
Suara hati adalah sobat yang paling berani bicara. Ia berani berkata "tidak" saat semuanya berkata "ya".
* * *
Penulis: JTI | e-RH, 30/9/2011
(diedit seperlunya)
==========
15 Mei 2013
14 Mei 2013
Menjelajahi Gua
Dalam sebuah perjalanan ke Vietnam, rombongan kami dibawa ke sebuah gua yang katanya adalah tempat persembunyian para pejuang Vietnam ketika berperang melawan Amerika Serikat.
Gua tersebut gelap, sangat panjang, dan berliku-liku. Mereka yang belum mengenal gua itu dengan baik, berisiko tersesat jika nekat menjelajahinya sendirian.
Belum lagi risiko terpeleset dan terluka karena salah memilih pijakan. Tapi, karena pemimpin perjalanan kami mengenal betul gua itu, kami aman selama berjalan bersamanya.
Perjalanan hidup kita mirip dengan perjalanan menjelajahi gua tersebut. Kita tidak tahu apa yang ada di depan kita, sehingga sangat besar risiko tersesat dan terluka jika kita menjalani kehidupan ini seorang diri.
Tetapi, kita memiliki Tuhan yang Mahatahu, bahkan yang mengatur sejarah kehidupan kita dan seluruh ciptaan. Tidak ada satu pun peristiwa yang terjadi tanpa seizin Dia dan keluar dari rencana-Nya.
Tidak hanya itu, segala peristiwa tersebut Dia pakai untuk kebaikan kita! Oleh sebab itu, selama kita berjalan bersama Dia, kita aman.
Di tengah situasi dunia yang serba tidak menentu, banyak tantangan yang menerpa kita. Mungkin ada di antara kita yang mengalami kesulitan ekonomi, masalah kesehatan yang kian memburuk, atau pemberontakan anak.
Biarlah di tengah segala situasi tersebut kita tidak meninggalkan Tuhan, namun memegang tangan-Nya semakin erat. Dialah yang akan menuntun dan menguatkan kita dalam menghadapi tantangan tersebut.
Ketika jalan hidup tampak semakin gelap, peganglah tangan Tuhan semakin erat.
* * *
Penulis: Alison Subiantoro | e-RH, 14/5/2013
(diedit seperlunya)
==========
Gua tersebut gelap, sangat panjang, dan berliku-liku. Mereka yang belum mengenal gua itu dengan baik, berisiko tersesat jika nekat menjelajahinya sendirian.
Belum lagi risiko terpeleset dan terluka karena salah memilih pijakan. Tapi, karena pemimpin perjalanan kami mengenal betul gua itu, kami aman selama berjalan bersamanya.
Perjalanan hidup kita mirip dengan perjalanan menjelajahi gua tersebut. Kita tidak tahu apa yang ada di depan kita, sehingga sangat besar risiko tersesat dan terluka jika kita menjalani kehidupan ini seorang diri.
Tetapi, kita memiliki Tuhan yang Mahatahu, bahkan yang mengatur sejarah kehidupan kita dan seluruh ciptaan. Tidak ada satu pun peristiwa yang terjadi tanpa seizin Dia dan keluar dari rencana-Nya.
Tidak hanya itu, segala peristiwa tersebut Dia pakai untuk kebaikan kita! Oleh sebab itu, selama kita berjalan bersama Dia, kita aman.
Di tengah situasi dunia yang serba tidak menentu, banyak tantangan yang menerpa kita. Mungkin ada di antara kita yang mengalami kesulitan ekonomi, masalah kesehatan yang kian memburuk, atau pemberontakan anak.
Biarlah di tengah segala situasi tersebut kita tidak meninggalkan Tuhan, namun memegang tangan-Nya semakin erat. Dialah yang akan menuntun dan menguatkan kita dalam menghadapi tantangan tersebut.
Ketika jalan hidup tampak semakin gelap, peganglah tangan Tuhan semakin erat.
* * *
Penulis: Alison Subiantoro | e-RH, 14/5/2013
(diedit seperlunya)
==========
05 Mei 2013
Tetap Berdiri
Setelah Israel Houghton menyanyikan refrein lagu Still Standing, ia menggunakan saat jeda untuk menjelaskan maknanya kepada penonton. Still Standing tidak mengacu pada seseorang yang tetap berdiri tegak karena tidak ada masalah yang melanda hidupnya.
Ia menggambarkan kondisi "tetap berdiri" itu seperti boneka balon yang diberi pemberat di bagian kakinya. Ketika dipukul dengan keras, boneka itu akan terpelanting, tetapi akan segera memantul bangkit lagi.
Kehidupan juga dapat memukul kita dengan keras, tetapi anugerah Tuhan —seperti pemberat pada boneka balon itu— akan menopang kita untuk tetap berdiri.
Tanpa anugerah-Nya dapatkah kita tetap berdiri tegak? Tanpa kaki yang berakar dan berdasar dengan kuat di dalam anugerah-Nya, tak ayal kita gampang jatuh tersungkur ketika sedikit saja masalah menimpa hidup kita.
Ibarat fondasi kokoh yang menopang rumah dari terpaan badai, anugerah Tuhan memungkinkan kita menjalani hidup di tengah segala situasi.
Di tengah berbagai kesukaran pun, kita dapat tetap kokoh karena kita bisa mengalami kemenangan atas kesengsaraan melalui penyertaan-Nya.
Lebih dari itu, melewati penderitaan dengan penyertaan anugerah-Nya akan membuat karakter kita semakin terasah. Karakter kita akan terbentuk. Kita bertumbuh menjadi pribadi yang penuh dengan ketekunan, ketahanan, dan pengharapan.
Dan melalui tempaan itu, kita akan semakin dimampukan untuk dapat menerima dan menghargai hal-hal yang bersifat kekal.
Kita tetap berdiri bukan karena kita kuat, melainkan karena Tuhan tetap menopang kita.
* * *
Penulis: Gigih Dwiananto | e-RH, 5/5/2013
(diedit seperlunya)
==========
Ia menggambarkan kondisi "tetap berdiri" itu seperti boneka balon yang diberi pemberat di bagian kakinya. Ketika dipukul dengan keras, boneka itu akan terpelanting, tetapi akan segera memantul bangkit lagi.
Israel Houghton |
Kehidupan juga dapat memukul kita dengan keras, tetapi anugerah Tuhan —seperti pemberat pada boneka balon itu— akan menopang kita untuk tetap berdiri.
Tanpa anugerah-Nya dapatkah kita tetap berdiri tegak? Tanpa kaki yang berakar dan berdasar dengan kuat di dalam anugerah-Nya, tak ayal kita gampang jatuh tersungkur ketika sedikit saja masalah menimpa hidup kita.
Ibarat fondasi kokoh yang menopang rumah dari terpaan badai, anugerah Tuhan memungkinkan kita menjalani hidup di tengah segala situasi.
Di tengah berbagai kesukaran pun, kita dapat tetap kokoh karena kita bisa mengalami kemenangan atas kesengsaraan melalui penyertaan-Nya.
Lebih dari itu, melewati penderitaan dengan penyertaan anugerah-Nya akan membuat karakter kita semakin terasah. Karakter kita akan terbentuk. Kita bertumbuh menjadi pribadi yang penuh dengan ketekunan, ketahanan, dan pengharapan.
Dan melalui tempaan itu, kita akan semakin dimampukan untuk dapat menerima dan menghargai hal-hal yang bersifat kekal.
Kita tetap berdiri bukan karena kita kuat, melainkan karena Tuhan tetap menopang kita.
* * *
Penulis: Gigih Dwiananto | e-RH, 5/5/2013
(diedit seperlunya)
==========
03 Mei 2013
Fatamorgana
Melintasi gurun adalah perjalanan yang sukar. Apalagi jika dijalani selama berminggu-minggu. Panas yang membakar dan haus yang tak tertahankan kerap membuat banyak orang disesatkan oleh fatamorgana (bayangan semu, seperti melihat mata air).
Sebagai pengembara di dunia ini, setiap orang dihadapkan pada dua pilihan.
Pertama, mengikuti "fatamorgana" yang menyesatkan. Yakni, mengejar kenikmatan hidup dengan memuaskan nafsu: belanja, pesta, kemakmuran, harta benda, gengsi, dan sederet ambisi lain yang dipakai orang sebagai ukuran keberhasilan dan kebahagiaan.
Kedua, menjaga hidup tetap berpaut kepada Tuhan, serta memerhatikan dan berusaha menerapkan kebenaran firman-Nya.
Pilihan pertama memberi kenikmatan, tetapi hanya sementara dan menghancurkan. Pilihan kedua memang tak mudah, karena harus melewati lorong-lorong terjal.
Namun sejarah membuktikan bahwa bersama Tuhan, selalu ada hidup yang berkemenangan. —SST
Biarlah mata kita terus tertuju kepada Tuhan, sehingga tak ada fatamorgana dunia yang bisa mengalihkan tujuan.
* * *
Sumber: e-RH, 15/9/2011
(dipersingkat)
==========
Sebagai pengembara di dunia ini, setiap orang dihadapkan pada dua pilihan.
Pertama, mengikuti "fatamorgana" yang menyesatkan. Yakni, mengejar kenikmatan hidup dengan memuaskan nafsu: belanja, pesta, kemakmuran, harta benda, gengsi, dan sederet ambisi lain yang dipakai orang sebagai ukuran keberhasilan dan kebahagiaan.
Kedua, menjaga hidup tetap berpaut kepada Tuhan, serta memerhatikan dan berusaha menerapkan kebenaran firman-Nya.
Pilihan pertama memberi kenikmatan, tetapi hanya sementara dan menghancurkan. Pilihan kedua memang tak mudah, karena harus melewati lorong-lorong terjal.
Namun sejarah membuktikan bahwa bersama Tuhan, selalu ada hidup yang berkemenangan. —SST
Biarlah mata kita terus tertuju kepada Tuhan, sehingga tak ada fatamorgana dunia yang bisa mengalihkan tujuan.
* * *
Sumber: e-RH, 15/9/2011
(dipersingkat)
==========
Langganan:
Postingan (Atom)