08 Juni 2012

Si Pandir

Si Pandir bingung. Ia diundang ke dua undangan pesta pada hari dan jam yang sama. Pesta di Utara terkenal sangat lezat hidangannya, tetapi sayang terlalu sedikit porsi yang disajikan. Pesta di Selatan, wah, luar biasa banyak hidangan yang bisa disantap, tetapi makanan di sana tak begitu enak, hambar.

Si Pandir mondar-mandir dari Selatan menuju Utara, balik ke Selatan lagi, berputar kembali ke Utara. Ia tidak bisa memutuskan. Si Pandir yang bimbang akhirnya memburu langkah ke Utara, tetapi terlambat, pesta sudah rampung. Lalu ia balik ke Selatan, mengejar waktu, sesampai di sana, hidangan pun habis, tak ada lagi yang tersisa. Si Pandir gigit jari. Ia kehabisan waktu, kedua pesta itu sudah usai.

Kisah Si Pandir saya baca dalam Buku Pelajaran Bahasa Indonesia tahun 1970-an sewaktu saya duduk di bangku Sekolah Dasar. Kisah ini membekas dalam hati saya, karena sebagai anak kecil, saya juga tergugah untuk bertanya, mana yang akan kupilih? Inilah conflict of interest yang sering merancukan kehidupan kita.

Sesekali kita pernah dihadapkan pada pilihan dikotomis, antara harga mahal mutu bagus atau kapasitas gede yang murah meriah. Mau pilih pacar gagah tampan agak mata keranjang ataukah pacar rupa culun yang setianya selangit? Mau menjadi manusia idealis yang hidup pas-pasan atau si pragmatis yang kaya raya?

Nah, ada juga yang bimbang, ikut Tuhan dan harus melalui jalan terjal, atau yang penting hidup nyaman dan nikmat. Mungkin pilihan-pilihan yang kita hadapi sehari-hari tidak selalu dikotomis, tetapi tetap saja kita sering kesulitan bersikap. Kita sering merasakan adanya benturan kepentingan saat kita mengambil keputusan, dan itu membuat kita bimbang.

Namun, sejatinya kebimbangan hanya dialami oleh orang-orang yang kekurangan hikmat. Jika kita dihadapkan pada keputusan sulit karena conflict of interest, seharusnya kita tidak berdiam diri dan hanyut dalam kebimbangan.

“Orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin.” Kita seharusnya lebih berhikmat, dan firman Tuhan mengatakan, “Apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, —yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati.”

Si Pandir yang bimbang karena mendua hati hanya kehilangan makanan lezat yang tidak jadi disantapnya. Namun, jika kita tidak berhikmat dalam menentukan sikap atas pilihan hidup kita, kita akan menjalani hidup dengan hati gamang dan gelisah, dan ingatlah, “...orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya.”

Jadi, tenangkanlah diri Anda, bangunlah sikap Anda, dan cintailah hikmat Tuhan, dan yang terpenting jalanilah hidup ini dengan sepenuh hati. Jangan terus mendua hati, merapatlah pada Tuhan, sebab di bawah naungan-Nya ada terang yang membuat kita takkan bimbang. Tempatkanlah Tuhan sebagai tujuan hidup kita, sehingga sikap dan tindakan kita memiliki kiblat yang pasti benar. —Agus Santosa

* * *

Sumber: KristusHidup.com, 8/6/12 (diedit sedikit)

==========


Artikel Terbaru Blog Ini