Tidak seorang pun yang kebal atau terlindungi dari penderitaan. Tidak seorang pun dapat berselancar dalam kehidupan tanpa masalah. Kehidupan merupakan serangkaian masalah. Setiap kali anda memecahkan suatu masalah, masalah lain sudah menanti untuk muncul.
Tidak semua masalah yang anda hadapi merupakan masalah besar, namun semua itu penting bagi proses pertumbuhan anda.
Tuhan memakai masalah-masalah untuk menarik anda lebih dekat kepada-Nya. Pengalaman-pengalaman rohani anda yang paling hebat dan mendalam mungkin terjadi ketika anda sedang berada dalam masa-masa tergelap anda, yakni ketika anda sedang patah hati, merasa ditinggalkan, atau menghadapi penderitaan yang luar biasa.
Selama penderitaanlah kita belajar untuk menaikkan doa-doa kita yang paling murni, sepenuh hati, dan jujur kepada Tuhan. Ketika berada dalam penderitaan, kita tidak bisa sekadar memanjatkan doa-doa yang dangkal.
Tuhan bisa saja mencegah agar kita terhindar dari suatu masalah, namun Ia tidak melakukannya. Ia membiarkan masalah-masalah tersebut terjadi. Masalah-masalah mendorong kita untuk memandang Tuhan dan bergantung kepada-Nya.
Semua masalah yang kita hadapi merupakan kesempatan untuk membangun karakter, dan semakin sulit masalahnya semakin besar kemungkinan untuk membangun karakter yang lebih kuat.
Apa yang terjadi secara lahiriah di dalam kehidupan anda tidaklah sepenting apa yang terjadi secara batiniah. Masalah yang anda hadapi bersifat sementara, sedangkan karakter anda bersifat kekal.
Cobaan-cobaan atau masalah-masalah yang kita hadapi dapat diibaratkan sebagai api pemurni logam, yang akan membakar semua yang tidak murni.
Masalah-masalah tidak secara otomatis menghasilkan kebaikan. Banyak orang menjadi kecewa—bukannya menjadi lebih baik—dan tidak pernah bertumbuh. Bagaimana anda seharusnya menanggapi suatu masalah?
Pertama-tama, ingatlah bahwa rencana Tuhan itu baik. Tuhan mengetahui apa yang terbaik bagi anda dan Ia sangat memerhatikan kepentingan anda. Tuhan memiliki rencana dalam hidup anda. Anda harus berfokus pada rencana Tuhan, bukan pada penderitaan atau masalah anda. Fokus anda akan menentukan perasaan anda.
Pembentukan karakter merupakan proses yang lambat. Kapan pun kita berupaya untuk menghindar atau melarikan diri dari kesulitan hidup, kita memotong proses tersebut, menunda pertumbuhan kita, dan akan berakhir dengan jenis penderitaan yang lebih buruk, yakni jenis penderitaan yang tidak bernilai.
Jika anda memahami hasil-hasil kekal dari pembentukan karakter anda, anda akan lebih jarang memanjatkan doa-doa yang berbunyi, “Bebaskan aku” atau “Tolonglah aku untuk merasa enak,” melainkan akan lebih sering memanjatkan doa-doa yang berbunyi, “Bentuklah aku untuk menjadi seperti yang Engkau kehendaki.”
Anda akan mengetahui bahwa anda sedang menjadi dewasa ketika anda dapat melihat campur tangan Tuhan dalam kehidupan yang tampaknya tidak teratur, membingungkan, dan tanpa arti.
Jika saat ini anda sedang menghadapi penderitaan, jangan bertanya, “Kenapa saya?” tetapi bertanyalah, “Apa yang Engkau ingin aku pelajari?” Kemudian percayakanlah hidup anda kepada Tuhan dan tetaplah melakukan yang benar. Jangan menyerah, bertumbuhlah!
Sumber: The Purpose-Driven Life (Kehidupan yang Digerakkan oleh Tujuan), Rick Warren, Penerjemah: Paulus Adiwijaya, Penerbit Gandum Mas, Cetakan Pertama, 2004, bab 25.
02 Mei 2007
09 Maret 2007
Gambar Diri
Edwin Louis Cole pernah berkata dalam ceramah-ceramahnya bahwa: gambar diri yang jelek akan menarik hal-hal yang negatif. Hal itu terbukti benar.
Apakah gambar diri itu? Gambar diri adalah apa yang kita pikirkan tentang diri kita. Gambar diri akan menentukan seperti apa diri kita jadinya.
Gambar diri yang jelek akan menarik hal-hal yang negatif. Lihatlah orang yang selalu berkata, “Saya tidak mungkin berhasil, karena hidup saya tidak berarti.” Apa akibatnya? Benar-benar kegagalan akan selalu datang kepadanya. Bagaimana cara mengundang kegagalan? Mulailah dengan identitas diri yang jelek, maka kegagalan pasti akan datang.
Apakah identitas diri itu? Identitas diri adalah sebuah sikap (pandangan) terhadap diri sendiri. Sikap berasal dari kebiasaan berpikir. Dengan kata lain, identitas diri adalah kebiasaan berpikir tentang diri sendiri. Kebiasaan berpikir yang salah mengakibatkan identitas diri yang salah dan kebiasaan berpikir yang benar mengakibatkan identitas diri yang benar.
Bagian di atas saya kutip dari sebuah buku yang berjudul Touching Heaven Changing Community (THCC) - Seri Berubah, karya Ir. Eddy Leo, M.Th., Metanoia Publishing, 2007, hlm. 198-199.
Teman saya, Agus Wahyudiono, pernah bercerita di milis itb77 (milis alumni Institut Teknologi Bandung, angkatan 1977) tentang putrinya yang bernama Nadhifi Islami Putri. Ia menulis sebagai berikut: “Waktu bayi anak ini tidak begitu banyak yang suka, tidak seperti dua orang kakaknya yang punya tingkah laku ‘lucu banget’. Sehari-hari cuma bapaknya yang memanggil dia si ‘cantik’. Panggilan itu rupanya menjadi doa orangtua bagi anaknya. Sehingga sekarang Nadhifi telah menjadi seorang gadis yang manis. Tidak sedikit orang bilang, si bungsu mirip sekali ibunya. Nadhifi berarti bersih. Alhamdulillah.”
Saya membalas e-mailnya sebagai berikut: “Sudah banyak bukti bahwa perkataan kita memiliki 'kuasa'. Saya percaya, anak yang sering dibilang cantik, akan cantik sungguhan. Sebaliknya, anak yang sering dibodoh-bodohkan oleh orangtuanya, akan bodoh benaran. Dalam kehidupan sehari-hari, juga dalam berbisnis, kata-kata apa yang sering kita lontarkan? Itulah yang akan terjadi.”
Setelah membaca pengajaran tentang Gambar Diri di dalam buku THCC tersebut, saya semakin yakin bahwa perkataan seseorang memiliki ‘kuasa’. Agus sebenarnya sedang membentuk gambar diri putrinya dengan sering mengatakan bahwa putrinya itu cantik.
Demikian pula, orangtua yang sering mengatakan bahwa anaknya bodoh, sebenarnya sedang membentuk gambar diri 'bodoh’ di dalam diri anaknya. Oleh karena itu, banyak anak yang sering dibilang bodoh, akhirnya menjadi bodoh benaran. Dan anak yang sering dibilang pintar, akan menjadi anak yang pintar.
Apakah gambar diri itu? Gambar diri adalah apa yang kita pikirkan tentang diri kita. Gambar diri akan menentukan seperti apa diri kita jadinya.
Gambar diri yang jelek akan menarik hal-hal yang negatif. Lihatlah orang yang selalu berkata, “Saya tidak mungkin berhasil, karena hidup saya tidak berarti.” Apa akibatnya? Benar-benar kegagalan akan selalu datang kepadanya. Bagaimana cara mengundang kegagalan? Mulailah dengan identitas diri yang jelek, maka kegagalan pasti akan datang.
Apakah identitas diri itu? Identitas diri adalah sebuah sikap (pandangan) terhadap diri sendiri. Sikap berasal dari kebiasaan berpikir. Dengan kata lain, identitas diri adalah kebiasaan berpikir tentang diri sendiri. Kebiasaan berpikir yang salah mengakibatkan identitas diri yang salah dan kebiasaan berpikir yang benar mengakibatkan identitas diri yang benar.
Bagian di atas saya kutip dari sebuah buku yang berjudul Touching Heaven Changing Community (THCC) - Seri Berubah, karya Ir. Eddy Leo, M.Th., Metanoia Publishing, 2007, hlm. 198-199.
Teman saya, Agus Wahyudiono, pernah bercerita di milis itb77 (milis alumni Institut Teknologi Bandung, angkatan 1977) tentang putrinya yang bernama Nadhifi Islami Putri. Ia menulis sebagai berikut: “Waktu bayi anak ini tidak begitu banyak yang suka, tidak seperti dua orang kakaknya yang punya tingkah laku ‘lucu banget’. Sehari-hari cuma bapaknya yang memanggil dia si ‘cantik’. Panggilan itu rupanya menjadi doa orangtua bagi anaknya. Sehingga sekarang Nadhifi telah menjadi seorang gadis yang manis. Tidak sedikit orang bilang, si bungsu mirip sekali ibunya. Nadhifi berarti bersih. Alhamdulillah.”
Saya membalas e-mailnya sebagai berikut: “Sudah banyak bukti bahwa perkataan kita memiliki 'kuasa'. Saya percaya, anak yang sering dibilang cantik, akan cantik sungguhan. Sebaliknya, anak yang sering dibodoh-bodohkan oleh orangtuanya, akan bodoh benaran. Dalam kehidupan sehari-hari, juga dalam berbisnis, kata-kata apa yang sering kita lontarkan? Itulah yang akan terjadi.”
Setelah membaca pengajaran tentang Gambar Diri di dalam buku THCC tersebut, saya semakin yakin bahwa perkataan seseorang memiliki ‘kuasa’. Agus sebenarnya sedang membentuk gambar diri putrinya dengan sering mengatakan bahwa putrinya itu cantik.
Demikian pula, orangtua yang sering mengatakan bahwa anaknya bodoh, sebenarnya sedang membentuk gambar diri 'bodoh’ di dalam diri anaknya. Oleh karena itu, banyak anak yang sering dibilang bodoh, akhirnya menjadi bodoh benaran. Dan anak yang sering dibilang pintar, akan menjadi anak yang pintar.
Langganan:
Postingan (Atom)