Aku mengeluarkan bagian-bagian pohon Natal dari dalam dus yang kusimpan di gudang belakang. Penanggalan baru menunjukkan tanggal 3 Desember, tapi aku ingin memasang pohon Natal lebih cepat dari biasanya. Kusiapkan juga kaset-kaset yang berisi lagu Natal untuk diputar nanti.
Tahun ini aku merasa lelah secara fisik, sehingga aku menyerahkan tugas untuk membuat kue-kue Natal kepada dua orang saudara sepupuku. Di lemari telah tersedia beberapa jenis sirup dan minuman lainnya untuk disuguhkan pada hari Natal nanti. Kami selalu memanfaatkan momen Natal untuk berkumpul bersama keluarga dan bergembira dengan makanan yang enak-enak.
Aku baru mulai merangkai pohon Natal yang kupasang ketika perasaan ini muncul di hatiku, “Seharusnya aku melakukan sesuatu yang lebih berarti dan memberkati orang lain pada Natal seperti ini. Bukankah Natal mengingatkan kita tentang pemberian terbesar dari Bapa kepada manusia berdosa?”
Aku menyadari banyak orang Kristen yang telah kehilangan makna sesungguhnya dari Natal. Sering kita memandang Natal hanya sebagai waktu bersenang-senang, berkumpul dan makan bersama, atau saling mengirimkan kartu ucapan dan bingkisan.
Saat itu juga aku berdoa di dalam hati, “Tuhan, aku ingin Natal kali ini berbeda dari Natal biasanya. Pertemukan aku dengan seseorang yang akan menerima berkat Natal dariku. Aku tidak tahu siapa orangnya dan apa yang akan kuberikan padanya, tapi beriku hikmat dan pakai aku Tuhan agar Natal ini berarti.”
Seminggu kemudian aku menerima telepon dari seorang kenalan lama, “Gina, aku butuh pertolonganmu. Istriku sakit keras dan dia harus berobat ke kota. Kami tidak punya siapa-siapa di kota, bolehkah kami menumpang di rumahmu?”
Saat itu ada sedikit penolakan dalam hatiku, “Di saat Natal seperti ini harus mengurus orang sakit?” Tapi aku segera ingat doa yang kunaikkan minggu lalu. “Silakan, dengan senang hati kami membuka rumah,” jawabku.
Lima hari kemudian mereka datang. Istrinya kurus dan lemah karena penyakit ginjal. Aku banyak berbincang-bincang dengan mereka. Ternyata selama ini mereka berdua jauh dari Tuhan. Suami istri itu menitikkan air mata ketika aku dan suamiku berbicara tentang Tuhan.
Kami menguatkan dan mendorong mereka untuk menaruh harapan kepada Tuhan. Setiap hari kami berdoa bersama-sama dan kami meminta agar Tuhan memenuhi hati mereka dengan sukacita dan damai sejahtera.
Aku menganggap itu sebagai Natal yang paling berarti, karena sepasang suami istri dibangkitkan kembali imannya melalui kami. Memang sudah seharusnya orang Kristen menyatakan pelayanan, kasih, dan kepedulian kepada sesamanya.
Dengan demikian akan banyak orang yang bisa merasakan sukacita dan damai Natal. Mintalah agar pada Natal kali ini Tuhan memakai kita untuk menjadi saluran berkat Tuhan bagi sesama.
* * *
Sumber: Manna Sorgawi, 13 Desember 2010 (diedit seperlunya)
Di-online-kan oleh Paulus Herlambang.
==========
13 Desember 2010
Langganan:
Postingan (Atom)