30 April 2013

Tuhan yang Peka

Apakah Tuhan ada? Andaikata Dia ada, mengapa Dia diam saja tatkala banyak bencana terjadi? Mengapa hidup manusia harus penuh dengan berbagai kemalangan? Mengapa kesulitan tidak pernah hengkang dari hidup ini?

Demikianlah beberapa pertanyaan mendasar yang dapat muncul di hati orang yang hidupnya tengah dirundung berbagai kesusahan. Lalu, bagaimana menjelaskan hal ini kepadanya?

Dalam kitab Keluaran pasal 2, kita mendapati kisah tentang Tuhan yang ternyata mau berurusan dengan persoalan manusia. Di sini setidaknya ada empat kata kerja aktif yang ditujukan kepada Tuhan: mendengar, mengingat, melihat, memerhatikan (ayat 24, 25).

Tuhan rupanya adalah Allah yang personal, yang melibatkan diri secara pribadi. Dia empatik (turut merasakan) dan partisipatif (turut ambil bagian).


Kita patut menaikkan syukur karena boleh mengalami kehangatan pribadi Tuhan kita yang nyatanya begitu peka. Segala urusan manusia di bumi ini, ternyata juga menjadi minat dan perhatian Tuhan yang bersemayam di surga.

Apakah kita sedang tidak merasakan kehadiran Tuhan? Jangan-jangan itu terjadi karena kita kurang peka akan kehadiran-Nya yang nyata di depan mata.

Apabila demikian yang kita alami, cobalah lakukan hal berikut di tengah kepedihan: arahkan segala sedu sedan kita hanya kepada Dia; dengan memanjatkan doa yang mengantar kita ke pelukan-Nya; dengan membaca firman Tuhan hingga kita tahu apa yang Dia maksudkan dalam setiap peristiwa; dengan menyanyikan puji-pujian.

Semuanya akan menghangatkan hati kita sehingga dapat merasakan kehadiran-Nya. —DKL

Tuhan yang bertakhta di surga yang suci, sesungguhnya adalah Tuhan yang membumi.

* * *

Sumber: e-RH, 4/9/2011

(diedit seperlunya)

==========

28 April 2013

Tidak Pernah Terlelap

Kisahnya terjadi di Cirebon. Suatu malam, sekelompok orang mencuri alat berat jenis ekskavator hidrolik yang diparkir di lokasi galian tanah.

Alat itu beratnya belasan ton. Untuk memindahkannya, si pencuri harus memakai truk khusus pengangkut alat berat. Prosesnya pasti cukup lama dan menimbulkan suara bising.

Anehnya, tidak satu pun satpam yang berjaga di lokasi itu mengetahuinya. Mengapa? Karena mereka semua sedang terlelap!

ekskavator hidrolik

Seorang penjaga yang sering ketiduran tidak dapat memberi jaminan keamanan. Gangguan bisa datang kapan saja. Maka, penjaga yang baik harus terus siaga. Begitu ada gangguan, ia harus segera bertindak.

Pemazmur membutuhkan penjaga semacam itu. Saat berziarah ke Yerusalem, ia harus melewati jalan berbahaya yang dikelilingi gunung-gunung batu. Dari balik bebatuan, perampok atau binatang buas bisa muncul kapan saja.

Siapa penjaga yang paling mampu menjamin keamanannya? Tuhan! Dialah Penjaga yang tak pernah terlelap (Mazmur 121:3-4). Tuhan tidak hanya mampu menjaganya dari kecelakaan. Cuaca gurun yang ekstrem pun dapat diatur-Nya hingga bersahabat, sebab Dia adalah penguasa alam raya.

Mazmur 121 ini mengekspresikan iman dan rasa aman pemazmur atas penjagaan Tuhan. Karena keyakinan bahwa Tuhan menjaga, ia dapat melenggang riang di jalan yang penuh bahaya sekalipun.

Yakinkah Anda, bahwa Tuhan pun tengah menjaga keluar masuk Anda? Bahaya dan ancaman selalu ada. Akan tetapi, jika Anda memohon Tuhan menjadi Sang Penjaga, maka Anda aman.

Sebab, Tuhan pasti bersedia menjaga dan Dia tidak pernah "kecolongan". Dia tidak akan pernah terlelap! —JTI

Karena Tuhan adalah penjaga yang tak pernah terlelap, kita bisa tidur dengan lelap.

* * *

Sumber: e-RH, 1/9/2011

(diedit seperlunya)

==========

26 April 2013

Surat untuk Tuhan

Film Letters to God dibuat berdasarkan kisah nyata Tyler Doughtie (23 September 1995 – 7 Maret 2005), seorang bocah laki-laki dari Nashville, Tennessee. Sejak usia 8, Tyler mulai bergumul dengan kanker otak yang tumbuh agresif di kepalanya.

Yang terindah dari kisahnya adalah: semasa sakit, Tyler banyak menulis surat kepada Tuhan. Setiap surat ia masukkan ke dalam amplop, ia bubuhi prangko secukupnya, dan ia tulis di depan amplop itu, Untuk: Tuhan. Dari: Tyler.


Ketika menulis surat itu, Tyler seolah-olah sedang mencurahkan isi hati kepada sahabat dekatnya, yang ia tahu pasti mau membaca dan membalasnya. Maka, Tyler tak pernah ragu untuk menceritakan apa saja. Ia menuliskan perasaan, pikiran, kekhawatiran, dan harapannya. Pula ia tak pernah jemu menuliskannya setiap hari.

Semakin banyak Tyler menulis surat, ia pun semakin mengenal dan akrab dengan Tuhan. Ketika banyak orang mendapati bahwa surat-surat Tyler kepada Tuhan adalah doa-doanya, banyak pribadi kemudian meniru langkahnya, dan menjadikan Tuhan sebagai sahabat yang selalu mendengar doa.

Doa bukanlah rangkaian kalimat indah. Bukan juga permohonan resmi yang formal dan kaku. Doa sesungguhnya tak sulit dilakukan. Sebab, doa adalah hubungan, komunikasi yang dekat dengan Tuhan. Doa adalah curahan hati yang jujur.

Maka, doa itu tak perlu mengesankan orang lain, dan tak perlu bertele-tele. Tuhan yang Mahatahu sangat mengerti segala kebutuhan kita. Yang terpenting, kita harus selalu menyadari bahwa doa adalah kebutuhan kita, agar kita semakin mengenal dan dekat dengan Tuhan. —AW

Jadikanlah doa sebagai perbincangan dengan Tuhan, maka Dia yang Maha Mendengar akan semakin kita kenal.

* * *

Sumber: e-RH, 30/8/2011

(diedit seperlunya)

==========

25 April 2013

Bersukacita Sesudah Kecelakaan Maut

Ashoke Ganguli, dalam film The Namesake (dari novel berjudul sama karya Jhumpa Lahiri), memberi nama anaknya Gogol. Ketika Gogol kuliah, namanya yang diambil dari pengarang Rusia yang depresi itu, membuatnya diolok-olok kawan sekelasnya.

Gogol kecewa pada ayahnya, sampai suatu saat Ashoke menjelaskan asal usul nama itu. Ketika mengalami kecelakaan kereta api yang nyaris merenggut nyawanya, ia sedang membaca buku karya Nikolai Gogol.

"Baba, itukah yang kaupikirkan ketika memikirkan aku? Apakah aku mengingatkanmu pada malam mengerikan itu?" Ashoke menjawab, "Sama sekali tidak. Engkau mengingatkanku akan segala sesuatu sesudahnya. Setiap hari sesudah peristiwa itu adalah karunia, Gogol."


Tepat sekali, setiap hari adalah karunia. Bukan hanya bagi orang yang pernah mengalami kecelakaan maut seperti Ashoke, tetapi bagi kita semua.

Pemazmur mengajak kita untuk merayakannya. Kapan? Hari ini! Ia tidak berkata, "Kemarin hari yang dijadikan Tuhan, hari yang indah, bukan?" Ia juga tidak berkata, "Besok hari yang dijadikan Tuhan, mari kita bersukacita ketika hari itu datang!" Ya, karena hanya hari inilah hari yang sungguh-sungguh kita miliki, yang dapat kita nikmati.

Bagaimana kita bersukacita merayakan hari ini? Salah satu cara ialah menyadari kasih Tuhan, ketika merenungkan ayat Kitab Suci tentang kasih Tuhan.

Berdiam dirilah, biarkan ayat itu "berbicara" kepada Anda secara pribadi, sampai hati Anda dipenuhi oleh kasih-Nya. Kalau sudah begitu, masakan Anda tidak bersukacita? —ARS

Temukan humor di tengah segala sesuatu, bahkan dalam kemiskinan, maka anda akan dapat menanggung keadaan itu. ~Bill Cosby

* * *

Sumber: e-RH, 26/8/2011

(diedit seperlunya)

==========

22 April 2013

Pelatih Iman

Apakah kegiatan sehari-hari seorang atlet maraton? Ia akan menghabiskan sebagian besar waktunya hanya untuk berlatih; berlari menempuh jarak yang jauh.

Esoknya, rutinitas yang sama terulang kembali. Maka, sangat wajar jika para atlet merasa jenuh. Mereka kadang jadi malas berlatih, bahkan bisa merasa tidak ingin berlari. Namun apa yang dilakukan sang pelatih ketika melihat pelarinya merasa demikian?

Sang pelatih akan mendorong para atletnya untuk tetap mendisiplin diri dan terus berlatih. Itu sebabnya terkadang seorang pelatih bisa tampak begitu kejam; seakan-akan ia tak mau tahu keletihan pelarinya. Sampai-sampai si pelari mungkin bisa membenci pelatihnya.

Namun, ketika kemenangan berhasil dicapai, maka pelari itu akan sangat berterima kasih kepada sang pelatih yang telah bersikap begitu tegas mendisiplin dirinya.

maraton

Hal yang sama juga Tuhan kerjakan dalam hidup kita. Kita adalah para pelari yang harus menyelesaikan pertandingan sampai garis akhir.

Untuk mencapai kemenangan itu, Tuhan menjadi Pelatih kita dan mempersiapkan kita begitu rupa agar kita sampai ke garis akhir.

Namun, saat kita menerima didikan dan disiplin dari Tuhan – Pelatih iman kita, sangat mungkin kita merasa tidak nyaman secara jasmani. Bahkan terkadang kita juga letih dan jenuh secara rohani.

Namun, Tuhan tidak mau membiarkan itu. Dia rindu melihat kita menyelesaikan pertandingan dengan baik.

Jadi, latihan dan pendisiplinan Tuhan yang berat itu sebenarnya untuk kebaikan kita sendiri; agar kita dipersiapkan menjadi orang-orang yang berkemenangan. —PK

Teruslah bertekun dalam latihan iman, sebab kita sedang dipersiapkan menjadi pemenang.

* * *

Sumber: e-RH, 19/8/2011

(diedit seperlunya)

==========

14 April 2013

Susahnya Langkah Awal

Sari bingung apakah Anton benar-benar jodoh yang tepat buat dirinya. Padahal waktu pernikahan tinggal dua bulan lagi. Ia tahu bahwa ia mencintai Anton; demikian juga sebaliknya. Namun, ada pertanyaan yang selalu berkecamuk dalam dirinya: "Apakah Anton orang yang tepat?"

Ada ketakutan untuk melangkah lebih jauh. Itulah susahnya mengambil langkah awal. Banyak orang yang takut dan ragu-ragu justru pada saat mengambil langkah pertama.


Di sepanjang hidup, kita memang selalu diperhadapkan pada keputusan-keputusan yang harus diambil. Biasanya, sebelum mengambil keputusan kita diperhadapkan pada keraguan, ketakutan, atau kekhawatiran; apakah keputusan yang kita ambil itu tepat.

Janji Tuhan berikut ini sungguh luar biasa: "TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya." (Mazmur 37:23)

Itu berarti bahwa di dalam Tuhan sesungguhnya kita akan mendapatkan langkah-langkah yang pasti, walau terkadang kita tidak tahu apa yang akan kita alami esok hari.

"IMAN adalah mengambil langkah pertama, sekalipun Anda tidak melihat seluruh anak tangga." ~Dr. Martin Luther King, Jr.

Namun, harus dicermati juga bahwa janji ini mengandung syarat, yaitu "bagi orang yang berkenan kepada-Nya". Artinya, apabila kita memang ingin mendapat bimbingan Tuhan dalam mengambil keputusan maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah hidup berkenan di hadapan-Nya.

Tuhan telah menyatakan setiap kehendak-Nya melalui firman-Nya. Dengan kita mendengar serta menaati firman-Nya, kita tengah dipimpin untuk menjalani hidup yang berkenan. Di dalam Dia, kita mendapat tuntunan yang terbaik, yang memuliakan nama-Nya. —RY

Milikilah hidup yang diperkenan Tuhan, maka Dia akan menetapkan langkah-langkah Anda.

* * *

Sumber: e-RH, 24/7/2011

(diedit seperlunya)

==========

09 April 2013

Memurnikan Keinginan

Seorang teman berkata kepada saya, "Aku ingin mencari pekerjaan sambilan." Selama ini gajinya rendah sehingga ia hanya bisa menyewa sebuah kamar kos yang kecil. Ia ingin tinggal di kontrakan yang lebih besar atau syukur-syukur punya rumah sendiri.

Jika keinginan itu terpenuhi, menurutnya, ia akan lebih bahagia. Wajar orang memiliki keinginan semacam itu. Dan, ada banyak alasan di balik keinginan-keinginan itu. Bisa berupa kepuasan pribadi, bisa juga agar orang lain merasa senang.

kontrakan

Seorang perempuan bernama Hana, istri Elkana, ingin mempunyai anak. Sebuah keinginan yang wajar bagi seorang perempuan bersuami. Keinginan itu diperkuat oleh perlakuan buruk dari madunya, Penina.

Karena itu, ia berdoa kepada Tuhan agar diberi anak laki-laki. Salah satu sisi penting dari doa Hana adalah janjinya untuk mengembalikan anak yang akan dikandungnya kelak kepada Tuhan. Dengan kata lain, keinginannya itu ia kembalikan lagi semata-mata untuk menyenangkan Tuhan.

Doa Hana dikabulkan, dan lahirlah Samuel yang kelak menjadi nabi. Nabi Samuel adalah tokoh penting dalam perkembangan bangsa Israel. Ia menjadi perantara Allah untuk menyampaikan sabda kepada umat-Nya.

Samuel kecil diserahkan kepada Tuhan, melalui Imam Eli.

Kita dapat meneladani Hana dalam hal memurnikan keinginan. Kita boleh saja memiliki keinginan ini dan itu. Namun, alangkah baiknya jika Tuhan menjadi poros keinginan kita – bukan melulu untuk kesenangan pribadi atau kelompok.

Dengan demikian, jika keinginan itu dikabulkan, hal yang kita peroleh akan sejalan dengan kehendak Tuhan dan dapat memberkati orang-orang di sekitar kita.

Tuhan bukan hanya menjadi tempat kita meminta, tetapi kiranya kehendak-Nya juga menjadi pusat keinginan kita.

* * *

Penulis: C. Krismariana Widyaningsih | e-RH, 9/4/2013

(diedit seperlunya)

==========

07 April 2013

Yang Mahamulia

Jika kita mencoba membayangkan atau berimajinasi mengenai kemuliaan Tuhan, kita akan menemui kesulitan karena keterbatasan kita.

Pengarang atau penyair terbaik sekalipun tak akan dapat mengungkapkannya dengan kata-kata. Pelukis sekaliber Picasso juga tak akan mampu menuangkannya di atas kanvas.

Pencipta lagu dan penyanyi tak akan bisa melantunkannya. Pematung kelas dunia pun tak akan sanggup memahat sosok mulia Tuhan.


Begitu juga yang dialami oleh Nabi Yehezkiel. Betapa ia terbata-bata ketika melihat kemuliaan Tuhan.

Kemuliaan Tuhan terlalu dahsyat untuk dapat diuraikan. Tak heran, ketika kita membaca upaya Yehezkiel menggambarkannya (dalam Yehezkiel 1:15-28), semakin banyak kata digunakan justru semakin bingung kita membayangkannya.

Karena itu, hanya satu hal yang Yehezkiel lakukan tatkala diperhadapkan pada kemuliaan Tuhan yang begitu dahsyat: sujud menyembah dalam kerendahan hati.

Allah yang Mahamulia, yang jauh melampaui pikiran manusia, tidak bisa digambarkan oleh apa pun di muka bumi ini. Manusialah satu-satunya ciptaan Allah yang disebut gambar Allah.

Adam dan Hawa

"Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka." (Kejadian 1:27)

Manusia diciptakan Allah dengan menyandang citra Allah (imago Dei), untuk menyatakan kemuliaan Allah.

Nah, apakah hidup kita —perkataan, pikiran, dan perbuatan kita— sudah memuliakan Tuhan?

Muliakanlah Allah dengan seluruh aspek kehidupan kita, karena hanya Dia yang patut disembah.

* * *

Penulis: Eddy Nugroho | e-RH, 7/4/2013

(diedit seperlunya)

==========

06 April 2013

Diktator yang Kejam?

Hitler ingin membuktikan loyalitas rakyat Jerman kepadanya. Suatu malam ia menyamar sebagai orang biasa dan masuk ke sebuah gedung bioskop.

Sebelum film diputar, terdengar sebuah pengumuman, "Para penonton yang terhormat, film ini melukiskan kegiatan terakhir pemimpin besar kita, Adolf Hitler!"

Penonton pun serentak berdiri dan menghormat ke arah layar. Hitler begitu terharu sampai ia lupa berdiri.

Tiba-tiba penonton di sampingnya berkata, "Hai, Bung, cepat berdiri! Saya tahu bagaimana perasaan Anda terhadap haram jadah itu. Tapi, kita sedang diawasi polisi rahasia!"

Adolf Hitler

Anekdot itu menggambarkan penghormatan yang tidak tulus. Penghormatan yang terpaksa, dilakukan karena takut akan hukuman. Seperti itu jugakah "takut akan Tuhan" yang dimaksudkan dalam Kitab Suci?

Ada orang yang taat bukan karena mengasihi Tuhan, melainkan karena takut mendapat hukuman jika ia tidak taat. Orang itu membayangkan Tuhan sebagai sosok diktator kejam yang siap menghukum setiap ketidaktaatan.

Tuhan bukan diktator yang kejam. Sebaliknya, Dia sangat baik dan bijaksana terhadap umat-Nya.

Memang, Dia mendisiplin kita ketika kita melakukan kesalahan. Namun, Dia melakukannya bukan dengan mengancam dan menakut-nakuti.

Dia mendidik kita agar semakin bertumbuh dalam iman dan pengenalan akan Dia, sehingga kita semakin terlatih untuk hidup dalam kebenaran.

Dengan pengertian yang benar ini, kita pun akan memiliki sikap "takut akan Tuhan" yang benar pula.

Konsep kita akan Tuhan menentukan motivasi kita dalam menaati Dia.

* * *

Penulis: Petrus Kwik | e-RH, 6/4/2013

(diedit seperlunya)

==========

05 April 2013

Lukisan Hidup

Dalam sebuah lukisan, biasanya seorang pelukis menggunakan kombinasi warna-warna terang dan gelap. Warna gelap terang memberi bentuk dan dimensi pada lukisan tersebut. Juga menunjukkan emosi di dalamnya.

Jika warna lukisan seluruhnya terang, maka lukisan itu akan tampak datar dan tidak enak dilihat. Jika semua warna yang digunakan adalah warna gelap, kita tidak akan melihat apa-apa selain kesuraman. Maka, setiap lukisan adalah gabungan warna-warna gelap dan terang.


Itulah hidup. Hidup dirancang Tuhan seperti lukisan. Ada warna gelap untuk mewakili masa-masa suram dan sulit. Ada juga warna terang untuk mewakili masa-masa gemilang dan kemenangan kita.

"Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11)

Berita tentang 'rancangan damai sejahtera' dari Tuhan itu tidak diberikan ketika bangsa Israel menang dalam peperangan, tetapi saat mereka berada dalam pembuangan dan jauh dari tanah air.

Maka, firman Tuhan mengenai damai sejahtera itu ibarat sebuah goresan warna terang di tengah warna-warna gelap. Memang awalnya tidak terlihat, tetapi pada akhirnya kita dapat melihat betapa indahnya lukisan Tuhan tersebut.


Kita adalah lukisan Tuhan. Kita harus menyadari bahwa Tuhan tidak akan membuat kita menjadi lukisan yang pucat, kusam, atau gelap.

Kalaupun dalam hidup ini kita mengalami masa gelap dan terang silih berganti, mari kita memandang hal itu sebagai cara Tuhan membentuk kita. Agar kita makin memuliakan Dia melalui berbagai peristiwa dan pengalaman hidup sehari-hari.

Oleh sebab itu, syukurilah setiap momen dalam hidup ini sebagai cara Tuhan "melukis" kita. (RY)

Segala peristiwa —baik dan buruk— dapat dipakai Tuhan untuk membentuk karakter dan mendewasakan kita.

* * *

Sumber: e-RH, 12/7/2011 (diedit seperlunya)

==========

01 April 2013

London Eye vs. Mata Tuhan

London Eye adalah salah satu ikon kota London yang sangat terkenal. Dengan menggunakan model kincir raksasa yang berputar, kita bisa menyaksikan sebagian besar kota London dari dalam sebuah tabung besar yang dirancang untuk memuat para wisatawan.


Dari dalam tabung itu, sesuai posisi putarannya, kita bisa menikmati dan menjelajahi kawasan di sekitar Sungai Thames dengan jelas. Pemandangannya begitu sempurna dan indah.



Akan tetapi, pemandangan yang bisa disaksikan dari London Eye sesungguhnya begitu terbatas. Hanya kawasan di sekitar kota. Oleh sebab itu, London Eye tidak cukup memadai sebagai referensi untuk menikmati panorama London.


Sangat berbeda dari itu, penglihatan Tuhan kita begitu sempurna. Bahkan, Tuhan bisa melihat isi hati.

Mata Tuhan (God's Eye) terus-menerus memerhatikan setiap umat-Nya, bahkan dengan perhatian yang sangat detail. Mata Tuhan bukan hanya melihat dari ketinggian, tetapi Dia mampu melihat sampai ke dalam pergumulan umat-Nya satu demi satu.

Tak heran, pemazmur berkata bahwa Tuhan sangat mengerti kita; baik pikiran kita, maupun segala aspek kehidupan kita. Bahkan sejak kita masih berada di dalam kandungan dan pada masa kanak-kanak, Dia ada di sana.

Apabila Tuhan begitu mengerti, mengapa kita tidak membiasakan diri untuk terus berada di dekat-Nya? Dia adalah Tuhan yang tidak pernah jauh dari hidup kita.

Dia melihat semuanya. Dia mengerti apa pun tentang kita. Mata Tuhan adalah jaminan bahwa hidup kita selalu berada dalam perlindungan tangan yang kuat dan dapat diandalkan. —FZ

Di mana dan kapan pun, Tuhan selalu menjaga kita.

* * *

Sumber: e-RH, 7/7/2011 (diedit seperlunya)

Judul asli: Mata Tuhan

==========


Artikel Terbaru Blog Ini