24 September 2010

Haruskah Kita Berhenti Berbuat Baik?

Pernahkah anda merasa kecewa ketika ketulusan anda untuk menolong seseorang ditanggapi secara negatif? Saya beberapa kali merasakan kekecewaan itu.

Ada orang-orang yang sebenarnya memerlukan pertolongan, tetapi merasa gengsi dan direndahkan ketika ditolong. Beberapa kali saya mencoba memberikan pertolongan, tetapi orang yang ditolong menunjukkan reaksi yang sepertinya tidak membutuhkan pertolongan saya.

Sikap dan kata-katanya seolah berkata, “Saya tidak butuh pertolongan kamu, apa yang kamu lakukan tak ada artinya bagi saya. Tanpa pertolongan kamu saya mampu kok.”

Ketika menerima reaksi seperti itu, awalnya saya berjanji kepada diri sendiri untuk tidak akan pernah lagi memberikan pertolongan kepada orang tersebut. Namun terkadang hati saya ingin sekali menolong, dan lagi-lagi saya melakukannya. Tapi, lagi-lagi saya kecewa. Ini merupakan salah satu tantangan dalam berbuat baik.

Memang tidak semua orang bisa menerima uluran tangan kita untuk menolong mereka. Namun apa pun alasan yang ada di balik penolakan itu, kita harus tetap berbuat baik. Ingatlah selalu bahwa semua yang kita lakukan merupakan tanggung jawab kita kepada Tuhan karena hal itu merupakan kehendak Tuhan.

Sekalipun ada orang yang meremehkan perbuatan baik atau pertolongan yang kita berikan, percayalah bahwa Tuhan akan selalu memperhitungkannya.

Tantangan dalam berbuat baik bisa banyak ragamnya. Selain tantangan seperti di atas, terkadang ada juga orang yang memanfaatkan kebaikan kita dengan meminta sebanyak mungkin, atau bahkan menipu kita.

Mungkin juga ada yang curiga bahwa kita melakukan kebaikan karena ada maksud tertentu. Tetapi, apakah tantangan-tantangan seperti itu akan menghentikan langkah kita untuk berbuat baik?

“Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.” (Galatia 6:9). Ini adalah perintah dan sekaligus janji Tuhan, bahwa suatu saat nanti kita akan menuai hasil dari kebaikan yang kita lakukan.

Hari ini, tetapkanlah hati kita untuk berbuat baik. Apa pun tantangannya, janganlah membuat kita menyerah. Banyak orang yang tidak mau lagi berbuat baik, karena terlalu sering dikecewakan.

Kita perlu menyadari bahwa Iblis akan memakai berbagai macam cara untuk melemahkan dan akhirnya menghentikan kita dalam melakukan firman Tuhan.

Mungkin juga perbuatan baik kita akan dilupakan orang, atau bahkan dibalas dengan kejahatan. Tapi ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah lupa semua yang kita lakukan atas dasar ketaatan pada firman-Nya.

Jadi selama masih ada kesempatan, berbuat baiklah. Jangan menahan sedikit pun untuk menyatakan kebaikan kepada sesama. Sekecil apa pun kebaikan yang kita lakukan, akan dipandang oleh Tuhan sebagai suatu bentuk ketaatan kita kepada-Nya.

-----

Kata-kata bijak:
Jangan kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan.

* * *

Sumber: Manna Sorgawi, 24 September 2010 (diedit seperlunya)

Judul asli: Haruskah Kita Mundur?

Di-online-kan oleh Paulus Herlambang.

==========

16 September 2010

Keyakinan Anak Kecil

Ibu itu baru saja berbelanja bersama gadis kecilnya yang berumur 6 tahun. Anak gadis itu berwajah cantik dan polos. Hujan turun begitu lebat, dan kini mereka berdiri di bawah tenda, persis di depan pintu sebuah mini market.

Di situ banyak orang berdiri, menunggu hujan berhenti. Ada yang menggerutu, ada yang menunggu dengan pasrah. Saya sendiri selalu kagum akan kuasa Tuhan setiap kali melihat hujan turun membasahi bumi.

Saat itu pun saya sedang memandangi titik-titik air hujan ketika suara yang manis keluar dari mulut gadis kecil itu, “Ma, ayo kita berlari menerobos hujan.” “Apa?” kata ibunya. “Ayo kita berlari menerobos hujan,” ulang gadis kecil itu lagi.

“Tidak, sayang. Kita akan menunggu hingga hujan reda,” jawab ibunya.

Gadis kecil itu tampak terdiam beberapa menit, kemudian berkata lagi, “Ayo, Ma... kita berlari menerobos hujan.”

“Kita akan basah kuyup, Nak,” jawab ibunya.

“Tidak, Ma. Bukankah itu yang Mama katakan tadi pagi?” bantah gadis kecil itu sembari menarik tangan ibunya.

“Tadi pagi? Kapan Mama pernah mengatakan bahwa kita akan berjalan di tengah hujan dan tidak basah?” tanya ibunya.

“Mama tidak ingat ya? Ketika Mama berbicara kepada Papa mengenai penyakit kanker Papa, Mama berkata, ‘Jika Tuhan bisa menolong kita melalui masalah ini, Ia bisa menolong kita melalui segala bentuk kesulitan.’”

Semua orang yang mendengar kata-kata gadis kecil itu terdiam. Yang terdengar saat itu hanya gemericik air hujan. Kami semua berdiri terpaku, untuk sesaat suasana menjadi begitu hening.

Ibu gadis kecil itu juga terdiam sejenak. Ini adalah waktunya gadis kecil itu mendapatkan bukti mengenai apa yang dikatakan oleh ibunya.

“Sayang, kau benar. Mari kita berlari menembus hujan. Jika Tuhan mengizinkan kita basah, mungkin kita hanya perlu mandi dan mengganti pakaian,” kata ibunya.

Setelah itu, mereka pun berlari menembus hujan. Kami semua tersenyum lalu tertawa ketika mereka berlari sambil menaruh belanjaan mereka di atas kepala. Mereka basah kuyup.

Tetapi beberapa orang kemudian mengikuti tindakan mereka, termasuk saya. Kami berlari menuju mobil masing-masing dengan tertawa penuh sukacita, dengan tubuh yang basah diguyur hujan.

Terkadang kita harus bersikap seperti gadis kecil itu dalam menghadapi situasi yang kurang nyaman, tetap melangkah dan tetap beriman kepada Tuhan. Iman yang tidak dipengaruhi oleh keadaan sekeliling, iman terhadap janji-janji Tuhan, iman terhadap kasih dan juga kuasa-Nya.

Tuhan yang memegang kendali atas kehidupan orang-orang yang dikasihi-Nya, Ia bertanggung jawab terhadap hidup kita. Kalaupun apa yang terjadi di hadapan kita tidak seperti yang kita harapkan, percayalah bahwa Tuhan menyediakan jalan keluar. Ia akan memampukan kita mengatasi segala sesuatunya bersama Dia.

“Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.” ~Amsal 3:5~

-----

Kata-kata-bijak:
Jangan biarkan logika mengalahkan iman Anda, tetapi biarlah iman melampaui logika Anda.

* * *

Sumber: Manna Sorgawi, 16 September 2010 (diedit seperlunya)

Di-online-kan oleh Paulus Herlambang.

==========

13 September 2010

Titik Nadir

Sore itu, sepulang kantor, saya mengunjungi Angelia, seorang teman yang belum lama saya kenal. Saya ingin membangun persahabatan dengan Angelia. Oleh karena itu, seminggu sebelumnya saya memutuskan untuk meluangkan waktu khusus buatnya, meskipun kegiatan saya cukup padat.

Usia yang tidak terpaut jauh membuat kami nyaman berbincang-bincang tentang kehidupan kami sebagai wanita yang mengerti arti panggilan hidup dan sedang bergerak ke arah hidup yang maksimal.

Saya memang senang mendengar kisah hidup, terutama tentang perjalanan hidup orang yang mau diubahkan untuk mencapai hidup yang memberi dampak.

Angelia adalah wanita terpelajar, tinggal di kompleks yang elit dan hidup dalam kemapanan, tetapi gaya serta penampilannya bersahaja.

Angelia bercerita bahwa dua tahun belakangan dia mengalami pemrosesan yang hebat, di mana dia mengalami sakit yang berat tetapi justru di masa itulah dia mengenal dan mengalami perjumpaan dengan Tuhan.

Ketika sakit itu ia mendapat kesempatan menginap di hotel mewah Ritz Carlton. Meskipun berada di tempat yang mewah, sangat nyaman, dan banyak fasilitas untuk memanjakan diri, tetapi saat itu Angelia merasa tidak ada yang berarti bagi dirinya.

Jiwanya hampa dan dia sadar sedang berada di titik nadir kehidupannya. Sebelum hari berakhir, firman Tuhan menggema di dalam hatinya.
Beginilah firman TUHAN: “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang
mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!”
~Yeremia 17:5~
Firman ini memberi pengertian yang mendalam bagi Angelia untuk hidup berjalan bersama Tuhan, dan sama sekali tidak mengandalkan kekuatannya sendiri atau kemapanan yang diberikan keluarganya sejak ia masih kanak-kanak.

Hari itu Angelia menyerahkan seluruh hidup dan cita-citanya kepada Tuhan. Ia berkomitmen untuk mengarahkan hidupnya kepada tujuan penciptaannya, yaitu untuk melayani Tuhan sesuai dengan panggilan hidupnya.

Sering kali ketika berada di titik nadir kehidupan, seseorang rela memberikan porsi yang lebih besar kepada Tuhan sebagai Pencipta dan Bapanya.

Ketika Musa berada di titik nadir kehidupannya di padang gurun, di mana kemampuannya di bidang politik dan militer yang pernah didapatnya sebagai putra angkat Firaun sudah tidak diperhitungkan, Tuhan menyatakan panggilan-Nya bagi Musa.

Titik nadir bisa menjadi titik balik bagi kehidupan seseorang untuk mencapai hidup yang bermakna. Memang tidak enak ketika kita sedang berada di titik nadir kehidupan, tetapi setelah melalui titik itu dengan baik, kita mendapat pelajaran yang berarti dan menemukan makna hidup yang sebenarnya.

Setelah melewati titik nadir dalam kehidupan, akal budi kita akan mengalami pembaruan, pikiran kita menjadi selaras dengan pikiran Tuhan sehingga hidup kita akan memberi buah yang lebat dan manis.

-----

Kata-kata bijak:
Ketika kehendak Tuhan menjadi kehendak kita, saat itulah kita menjadi semakin serupa dengan Dia.

* * *

Sumber: Manna Sorgawi, 13 September 2010 (diedit seperlunya)

Di-online-kan oleh Paulus Herlambang.

==========


Artikel Terbaru Blog Ini